Kesalahan Konsep Perkalian Itu, Berakhir Pada Kematian
Ketika membaca surat seorang kakak kepada guru matematika adiknya, saya jadi terharu sebagai seorang guru matematika. Apa yang dilakukan seorang kakak terhadap Pekerjaan Rumah [PR] adiknya atau apa yang dilakukan orang amis tanah terhadap PR anaknya yaitu membantu semampu mungkin. Jika usaha membantu itu sudah dilakukan maka itulah yang dikatakan sebuah keluarga, dimana kakak membantu adik dalam hal berguru atau sebaliknya boleh juga, ayah/ibu membantu atau menemani belum cukup umur belajar.
Guru memperlihatkan PR kepada belum cukup umur tidak semata-mata hanya untuk mengetahui pengetahuan anak, tetapi bisa juga untuk melihat bagaimana si anak berkomunikasi di keluarganya, bagaimana si anak mencari penyelesaian dalam mengahadapi kendala yang dihadapi, bagaimana si anak di rumah apakah orang amis tanah nya memperhatikan perkembangan berguru anaknya di sekolah dan banyak lagi.
Masalah konsep perkalian yang sedang ramai di sosial media tidak perlu kita cari siapa yang salah dan siapa yang benar, alasannya yaitu apa yang dilakukan sang kakak, si anak dan guru pada dasarnya sudah baik. Untuk kasus perkalian ini saya jadi teringat kasus kemarin ihwal "PR Matematika anakku yang duduk di kelas 1 SMP" dimana orang amis tanah berusaha membantu merampungkan PR anaknya. Tetapi untuk kasus yang kemarin tidak menyalahkan perorangan tetapi lebih menyalahkan sistem sedangkan PR perkalian anak kelas 2 SD ini menyalahkan perorangan sehingga sangat cepat di respon oleh masyarakat.
Pemerhati pendidikan yang coba ikut merespon dan memperlihatkan pendapat ihwal PR perkalian anak kelas 2 SD ini yang dikutip dari merdeka.com diantaranya adalah;
Pendapat-pendapat diatas semuanya yaitu baik, pada selesai gesekan pena ini saya hanya memperlihatkan pendapat saja bagaimana belum cukup umur bahkan para mahasiswa atau orang amis tanah sanggup paham konsep perkalian tidak akan salah lagi atau lupa.
Sebagai tambahan, mari kita simak video guru yang super kreatif ini, mengerjakan perkalian jadi kreatif;
Guru memperlihatkan PR kepada belum cukup umur tidak semata-mata hanya untuk mengetahui pengetahuan anak, tetapi bisa juga untuk melihat bagaimana si anak berkomunikasi di keluarganya, bagaimana si anak mencari penyelesaian dalam mengahadapi kendala yang dihadapi, bagaimana si anak di rumah apakah orang amis tanah nya memperhatikan perkembangan berguru anaknya di sekolah dan banyak lagi.
Masalah konsep perkalian yang sedang ramai di sosial media tidak perlu kita cari siapa yang salah dan siapa yang benar, alasannya yaitu apa yang dilakukan sang kakak, si anak dan guru pada dasarnya sudah baik. Untuk kasus perkalian ini saya jadi teringat kasus kemarin ihwal "PR Matematika anakku yang duduk di kelas 1 SMP" dimana orang amis tanah berusaha membantu merampungkan PR anaknya. Tetapi untuk kasus yang kemarin tidak menyalahkan perorangan tetapi lebih menyalahkan sistem sedangkan PR perkalian anak kelas 2 SD ini menyalahkan perorangan sehingga sangat cepat di respon oleh masyarakat.
Pemerhati pendidikan yang coba ikut merespon dan memperlihatkan pendapat ihwal PR perkalian anak kelas 2 SD ini yang dikutip dari merdeka.com diantaranya adalah;
Dosen matematika Universitas Pendidikan Indonesia [UPI] Rizky Rosjanuardi menjelaskan rinci soal polemik tersebut. Menurutnya, tidak bisa disalahkan satu pihak dan membenarkan yang lain.
Humas Kemendikbud, Ibnu Hamad, menjelaskan dalam penerapan Kurikulum 2013 ada dua aspek penting yang menjadi penilaian guru pada murid. Yakni aspek kemampuan dan penalaran.
Guru Besar Matematika Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, Darhim ikut berkomentar soal PR matematika anak SD yang bikin heboh media sosial. Menurut Darhim, buku matematika SD yang sekarang beredar bersifat uji coba, belum selesai direvisi.
Pemerhati ilmu matematika, Adi Rio Arianto menilai insiden Habibi bisa terjadi alasannya yaitu guru itu dinilai kurang tanggap dengan perkembangan Matematika siswanya.
Dosen Matematika Institut Teknologi Bandung [ITB] Ahmad Muchlis berkomentar soal polemik tersebut. Kepada mahasiswanya sering memberikan bahwa dalam matematika itu bukan benar salahnya yang paling penting, melainkan pertanggungjawaban.
Pakar pendidikan Arief Rachman mengatakan, dalam pembelajaran matematika proses menerima hasil tanggapan sangat penting. Meski melalui proses yang berbeda dan menerima hasil sama menurutnya tidak ada yang bisa disalahkan.
Yohannes Surya melalui fan page-nya kembali mengingatkan lewat Matematika GASING-nya: 6 x 4 atau 4 x 6 ?
Berapa jeruk dalam 2 kotak berisi masing-masing 4 jeruk?
Jawabnya yaitu 4 jeruk + 4 jeruk
Kalimat “Berapa jeruk dalam 2 kotak berisi masing-masing 4 jeruk ?”
boleh ditulis 2 kotak x 4 jeruk/kotak =
disingkat
2 x 4 jeruk =
Makara
2 x 4 jeruk = 4 jeruk + 4 jeruk
Selanjutnya kita tulis
2 x 4 = 4 + 4 [kesepakatan]
Dengan komitmen itu kita boleh menulis :
6 x 4 = 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4
4 x 6 = 6 + 6 + 6 + 6
Kesimpulan:
Ketika menghitung 6 x 4 kita membayangkan menghitung jumlah jeruk dalam 6 kotak berisi masing-masing 4 jeruk. Makara 6 x 4 = 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4
Ketika menghitung 4 x 6 kita membayangkan menghitung jumlah jeruk dalam 4 kotak berisi masing-masing 6 jeruk. Makara 4 x 6 = 6 + 6 + 6 + 6
Dengan logika kotak dan jeruk ini, lebih praktis bagi kita untuk mengerti tidak hanya soal-soal kisah perkalian tetapi juga banyak sekali operasi matematika ibarat 28:7 = atau 4a + 4b = 4 [a + b] dsb.
Matematika itu GASING [Gampang AsyIk menyenaNGkan].
Pendapat-pendapat diatas semuanya yaitu baik, pada selesai gesekan pena ini saya hanya memperlihatkan pendapat saja bagaimana belum cukup umur bahkan para mahasiswa atau orang amis tanah sanggup paham konsep perkalian tidak akan salah lagi atau lupa.
Kita semua pasti pernah berobat ke dokter dan ketika dokter memperlihatkan obat melalui resepnya, dokter akan menuliskan 3x1 pada resep atau obat.[www.merdeka.com | https://www.facebook.com/YS.OFFICIAL]
Tanpa kita bertanya lebih jauh kepada dokter rata-rata dari kita bisa mengerjakan perintah tersebut yaitu 3x1 = 1+1+1 dan saya yakin Anda tidak akan berani melakukan 1x3 meskipun balasannya sama alasannya yaitu Anda masih sayang sama nyawa Anda. Kesalahan konsep perkalian itu, berakhir pada kematian.
Sebagai tambahan, mari kita simak video guru yang super kreatif ini, mengerjakan perkalian jadi kreatif;
Belum ada Komentar untuk "Kesalahan Konsep Perkalian Itu, Berakhir Pada Kematian"
Posting Komentar