Kemampuan Siswa Memecahkan Duduk Perkara Matematika (Mathematics Problem Solving) Senin, 10 Juni 2019 Tambah Komentar Edit Hakekat Suatu Masalah, Masalah Rutin dan Tidak Rutin, Klasifikasi Masalah Matematika secara sederhana sudah dijelaskan. Berikut sebagai materi tambahan, ukiran pena dari Sri Wulandari Danoebroto, Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kemampuan Siswa Memecahkan Masalah Matematika (Mathematics Problem Solving) A. Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran MatematikaMasalah dalam matematika merupakan soal-soal yang belum diketahui prosedur pemecahannya oleh siswa. Pemecahan duduk duduk kasus merupakan upaya memperoleh solusi duduk duduk kasus dengan menerapkan pengetahuan matematika dan melibatkan keterampilan siswa berpikir dan bernalar. Pemecahan duduk duduk kasus dalam pembelajaran matematika sanggup berfungsi sebagai konteks (problem solving as context), sebagai keterampilan (problem solving as skill), dan sebagai seni dari matematika (problem solving as art) atau Stanick dan Kilpatrick (Schoenfeld, 1992) mengistilahkannya sebagai heart of mathematics. Dalam pembelajaran matematika, pemecahan duduk duduk kasus sanggup digunakan sebagai konteks untuk mengajarkan suatu pengetahuan matematika (konsep atau prinsip). Tujuan utama dari proses ini ialah siswa memahami konsep matematika dan bukanlah pemecahan duduk duduk kasus itu sendiri. Masalah dalam pembelajaran matematika disini berperan sebagai: justifikasi dalam mengajarkan matematika, konteks duduk duduk kasus yang faktual atau dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa akan meyakinkan siswa bahwa matematika bermanfaat bagi kehidupannya. sebagai motivasi yang spesifik mengenai suatu topik matematika sebagai rekreasi, duduk duduk kasus matematika menjadi tantangan atau permainan yang menyenangkan bagi siswa semoga semakin terampil dan mahir. sebagai usaha berbagi suatu keterampilan baru, duduk duduk kasus diberikan dalam urutan tertentu untuk mengenalkan siswa pada materi gres dan sebagai konteks untuk materi diskusi selanjutnya. Dalam pembelajaran matematika, pemecahan duduk duduk kasus merupakan keterampilan yang ditunjukkan melalui kemampuan untuk memperoleh solusi dari duduk duduk kasus yang dihadapinya. Meskipun pemecahan duduk duduk kasus sanggup diinterpretasikan sebagai suatu keterampilan, asumsi pedagogi dan epistemologi yang mendasarinya ialah keterampilan merupakan penguasaan suatu seni manajemen atau teknik pemecahan masalah. Siswa diajarkan suatu teknik pemecahan duduk duduk kasus sebagai materi pelajaran, kemudian diberikan penugasan berupa latihan-latihan sehingga siswa sanggup menguasai teknik tersebut. Setelah memperoleh pengajaran pemecahan duduk duduk kasus ibarat ini, siswa dikatakan telah memiliki keterampilan pemecahan duduk duduk kasus sebaik penguasaannya terhadap fakta dan prosedur yang telah dipelajari. Pemecahan duduk duduk kasus merupakan seni dari matematika atau jantungnya matematika. Dalam hal ini, matematika merupakan pemecahan duduk duduk kasus itu sendiri. Pembelajaran matematika dimulai dari pemecahan duduk duduk kasus sebagai konteks untuk memperkenalkan atau memahami suatu konsep atau prinsip matematika, kemudian konsep atau prinsip yang telah berhasil dipahami tersebut diterapkan dalam soal-soal pemecahan duduk duduk kasus untuk melatih keterampilan siswa. B. Kemampuan yang diperlukan sebagai Problem Solver yang suksesKemampuan siswa memecahkan duduk duduk kasus berkembang secara perlahan dan kontinu. Menurut Van De Walle (1994) terdapat beberapa aspek dalam diri siswa yang perlu dikembangkan untuk menunjang kemampuannya dalam memecahkan masalah, yaitu: strategi pemecahan masalah proses metakognitif keyakinan dan perilaku siswa terhadap matematika, yaitu mencakup kepercayaan diri, tekad, kesungguh-sungguhan dan ketekunan siswa dalam mencari pemecahan masalah. Berbagai seni manajemen pemecahan duduk duduk kasus perlu dikenal dan kemudian dikuasai siswa. Strategi pemecahan duduk duduk kasus yang bisa diajarkan dalam pembelajaran matematika, antara lain: strategi coba-coba, intelligent guessing and testing, membuat gambar, menggunakan model matematika, mencari pola, membuat tabel, membuat dan mengorganisir daftar data atau informasi, bekerja mundur, menalar dengan logika, mencoba pada duduk duduk kasus analog yang lebih sederhana, menuliskan persamaan atau kalimat terbuka, menggunakan kalkulator atau komputer, memperhitungkan segala kemungkinan, atau menggunakan sudut pandang yang berbeda. Dalam proses memecahkan masalah, siswa perlu memantau jalan berpikirnya atau proses metakognitif. Dalam proses ini siswa menyadari bagaimana dan mengapa ia melakukan hal tersebut, siswa juga menyadari langkah yang diambilnya apakah berjalan dengan baik atau menemui hambatan sehingga sanggup mendorong siswa untuk memikirkan alternatif lain atau berusaha memahami kembali apa masalahnya. Sebagaimana halnya dengan strategi, kemampuan metakognitif ini juga sanggup dipelajari. Keyakinan diinterpretasikan sebagai pemahaman dan perasaan seseorang yang membentuk konseptualisasi dan keterikatan seseorang dengan matematika. Di samping penguasaan siswa akan majemuk seni manajemen pemecahan duduk duduk kasus dan pentingnya proses metakognitif, bagaimana perasaan siswa perihal pemecahan duduk duduk kasus dan perihal matematika secara umum memiliki efek yang signifikan terhadap usahanya untuk memecahkan duduk duduk kasus dan keberhasilannya dalam matematika. Menurut Gorman (1974), faktor-faktor yang sanggup meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, antara lain ialah kemampuan mencari warta yang relevan. Siswa harus sanggup membedakan warta yang relevan dan yang tidak relevan terhadap duduk duduk kasus yang dihadapinya. Kemudian, faktor kemampuan dalam memilih pendekatan pemecahan masalah. Pendekatan pemecahan duduk duduk kasus yang berdasarkan pada keterampilan bernalar berupa uji hipotesis lebih efektif dibandingkan dengan pendekatan yang tidak berdasarkan pada keterampilan bernalar. Namun, terkadang seni manajemen yang digunakan untuk memperoleh solusi tidak selalu berjalan dengan baik sehingga siswa juga perlu memiliki fleksibilitas dalam memilih pendekatan dan fleksibilitas dalam berpikir. Di samping itu, objektivitas dan keterbukaan dalam berpikir juga sanggup meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Objektivitas sanggup membantu siswa untuk bernalar secara logis. Schoenfeld (1992) mensintesiskan 5 aspek kognitif penting, yaitu: basis pengetahuan, seni manajemen pemecahan masalah, monitoring dan kontrol, keyakinan dan kesungguhan, serta latihan-latihan. Kemampuan siswa dalam memecahkan duduk duduk kasus terkait dengan pengetahuan yang dimilikinya, yaitu pengetahuan yang tersimpan dalam memorinya, dan bagaimana pengetahuan tersebut dikembangkan. Basis pengetahuan matematika siswa mencakup pengetahuan informalnya perihal matematika dan pengetahuan intuitif, fakta dasar, definisi, prosedur algoritmik, prosedur rutin, pengetahuan perihal rumus-rumus, prinsip matematika atau aturan lain yang relevan. Dalam pembelajaran, setidaknya ada dua unsur yang terlibat yaitu siswa dan guru. Bagaimana keyakinan siswa perihal matematika dan bagaimana keyakinan guru perihal matematika tentu besar lengan berkuasa terhadap proses pembelajaran itu sendiri. Keyakinan siswa perihal hakikat matematika antara lain: duduk duduk kasus matematika hanya memiliki satu akhir benar, dan hanya ada satu cara yang benar untuk merampungkan duduk duduk kasus matematika. Cara itu biasanya ialah cara yang sering diajarkan guru di kelas. Siswa umumnya juga berkeyakinan bahwa mencar ilmu matematika merupakan program terisolir dan individu, matematika yang dipelajarinya di sekolah hanya memiliki sedikit keterkaitan atau tidak terkait sama sekali dengan dunia nyata. Siswa berkemampuan rata-rata tidak sanggup diperlukan untuk bisa memahami matematika, sehingga mereka merasa lebih praktis untuk menghafalkan saja dan menerapkannya secara mekanistis tanpa pemahaman. Adapun keyakinan guru perihal matematika misalnya: matematika lebih merupakan wangsit dan proses berpikir daripada fakta, matematika akan lebih baik dipahami dengan cara menemukan kembali wangsit tersebut. Oleh lantaran itu, penemuan dan verifikasi merupakan proses yang penting dalam pembelajaran matematika. Guru juga berkeyakinan bahwa tujuan utama dari mencar ilmu matematika ialah berbagi keterampilan bernalar yang penting bagi pemecahan masalah. Guru harus merancang dan mengelola program mencar ilmu yang bersifat terbuka dan informal semoga siswa memiliki kebebasan untuk bertanya dan mengeksplorasi wangsit mereka sendiri. Guru seharusnya mendorong siswa untuk membuat dugaan dan menalar sesuatu dengan usahanya sendiri daripada menunjukkan kepada siswa bagaimana cara mencapai solusi atau jawaban. Guru seharusnya sanggup menarik intuisi dan pengalaman siswa ketika menyajikan suatu materi semoga menjadikannya lebih bermakna. Kemampuan pemecahan duduk duduk kasus merupakan keterampilan yang diperoleh siswa dari mencar ilmu matematika. Sehingga latihan merupakan hal yang penting semoga siswa semakin terampil. Semakin siswa berpengalaman dalam memecahkan majemuk masalah, semakin baik pula kemampuan pemecahan masalahnya. Akan lebih baik bila siswa tidak hanya dilatih untuk menggunakan satu seni manajemen dalam memecahkan masalah. Untuk itu, siswa diberi kebebasan untuk melakukan dugaan dan pembuktian sendiri berdasarkan konsep-konsep matematika yang dimilikinya. Siswa hendaknya memiliki keterampilan untuk memilih sendiri seni manajemen apa yang tepat untuk duduk duduk kasus yang dihadapinya tersebut, siswa juga hendaknya sanggup menggunakan seni manajemen tersebut pada majemuk duduk duduk kasus yang melibatkan konteks yang berbeda dan kepingan yang berbeda dari matematika. Menurut Resnick dan Ford (1981), terdapat tiga aspek yang mempengaruhi kemampuan siswa dalam merancang seni manajemen pemecahan masalah, yaitu: keterampilan siswa dalam merepresentasikan masalah keterampilan siswa dalam memahami ruang lingkup masalah, dan struktur pengetahuan siswa. Representasi matematis sanggup berupa: grafik, diagram, sketsa, persamaan, tabel, formasi bilangan, simbol/lambang, kata-kata, gambar, manipulatif objek, dan berpikir perihal ide-ide matematika. Representasi matematis ini berfungsi sebagai sarana bagi siswa mengkomunikasikan gagasannya ketika menghadapi duduk duduk kasus matematika. Semakin baik siswa mengkomunikasikan gagasannya, semakin baik pula siswa memahami hakikat duduk duduk kasus yang dihadapinya. Dan sejalan dengan itu, semakin bermakna pemahaman konsep atau pengetahuan matematika siswa, maka semakin baik pula kemampuan siswa untuk merancang seni manajemen pemecahan masalah. Posamentier dan Stepelman (1999) memaparkan faktor-faktor yang sanggup meningkatkan kreativitas siswa dalam memecahkan duduk duduk kasus dilihat dari aspek lingkungan mencar ilmu dan guru, antara lain: menyediakan lingkungan mencar ilmu yang mendorong kebebasan siswa untuk berekspresi, menghargai pertanyaan siswa dan ide-idenya, memberi kesempatan bagi siswa untuk mencari dan menemukan solusi dengan caranya sendiri, memberi penilaian terhadap orisinalitas wangsit siswa dan mendorong pembelajaran kooperatif yang berbagi kreativitas pemecahan duduk duduk kasus siswa. Dalam acara pembelajaran, bentuk acara pemecahan duduk duduk kasus secara berkelompok dinilai lebih efisien daripada dilakukan secara individual. Faktor lain yang sanggup meningkatkan kemampuan pemecahan duduk duduk kasus dari aspek guru yaitu perlakuan motivasional terhadap siswa ibarat mengatakan toleransi dan pengertian. Dengan demikian, faktor-faktor yang besar lengan berkuasa terhadap kemampuan siswa memecahkan duduk duduk kasus matematika adalah: Kemampuan memahami ruang lingkup duduk duduk kasus dan mencari warta yang relevan untuk mencapai solusi Kemampuan dalam memilih pendekatan pemecahan duduk duduk kasus atau seni manajemen pemecahan duduk duduk kasus di mana kemampuan ini dipengaruhi oleh keterampilan siswa dalam merepresentasikan duduk duduk kasus dan struktur pengetahuan siswa Keterampilan berpikir dan bernalar siswa yaitu kemampuan berpikir yang fleksibel dan objektif Kemampuan metakognitif atau kemampuan untuk melakukan monitoring dan kontrol selama proses memecahkan masalah Persepsi perihal matematika Sikap siswa, mencakup kepercayaan diri, tekad, kesungguh-sungguhan dan ketekunan siswa dalam mencari pemecahan masalah latihan-latihan Adapun kiprah guru yang besar lengan berkuasa positif dalam meningkatkan kemampuan siswa memecahkan duduk duduk kasus matematika adalah: Memberi cukup ruang bagi siswa untuk berkreasi Bersikap responsif dan toleran Mendorong kemandirian siswa dalam berpikir Referensi:Gorman, R. M. (1974). The psychology of classroom learning: An inductive approach. Columbus, Ohio. Merril Publishing Company. Posamentier, A. S. & Stepelman, J. (1999). Teaching secondary school mathematics: Techniques and enrichment units (5th ed). Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall. Resnick, L. B & Ford, W. W. (1981). The Psychology of mathematics for instruction. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates. Schoenfeld. (1992). Learning to think mathematically: Problem solving, metacognition, and sense making in mathematics. Dalam Grouws, Douglas A (Eds.), Handbook of Research on Mathematics Teaching and Learning (pp. 334-366). New York: Macmillan Publishing Company. van de Walle, J. A. (1994). Elementary school mathematics: Teaching developmentally (2nd ed). New York: Longman Publishing. [Kemampuan Siswa Memecahkan Masalah Matematika (Mathematics Problem Solving) | Sri Wulandari Danoebroto] Mungkin Anda perlu artikel ini, Silahkan di download:Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kemampuan Siswa Memecahkan Masalah Matematika.pdf Pengembangan Model Pembelajaran CTL.pps Persiapan dan Praktik Mengajar.pdf Model-Model Pembelajaran.ppt Tinjauan Matematika.pdf Pemecahan Masalah.pdf Contoh Masalah.ppt Dasar-dasar Problem Solving.pdf Dasar-dasar Problem Solving.ppt Praktek Pembelajaran Matematika.pdf Implikasi Konstruktivisme SD.pdf Dasar-dasar Psikologi Pembelajaran.ppt Strategi Pembelajaran SMA.pdf Bagaimana perkalian dikerjakan dengan cara nakal, mari kita lihat perkalian yang kreatif dikerjakan dengan cara piral (pintar bernalar); Bagikan Artikel ini
Belum ada Komentar untuk "Kemampuan Siswa Memecahkan Duduk Perkara Matematika (Mathematics Problem Solving)"
Posting Komentar