Ukuran Senang Itu Sederhana

 seorang pedagang kaya datang berlibur ke sebuah pulau yang masih asri Ukuran Bahagia itu Sederhana
Suatu hari, seorang pedagang kaya datang berlibur ke sebuah pulau yang masih asri. Saat merasa bosan, ia berjalan-jalan keluar dari vila kawasan ia menginap dan menyusuri tepian pantai. Terlihat di sebuah dinding karang seseorang sedang memancing. Dia menghampiri sambil menyapa, "Sedang memancing ya pak?"
Sambil menoleh si nelayan menjawab, "Benar tuan. Mancing satu-dua ikan untuk makan malam keluarga kami."
"Kenapa cuma satu-dua ikan, Pak? Kan banyak ikan di laut ini, kalau Bapak mau sedikit lebih lama duduk di sini, tiga-empat ekor ikan pasti mampu kan?"

Kata si pedagang yang menilai si nelayan sebagai orang malas. "Apa gunanya buat saya ?" tanya si nelayan keheranan.

"Satu-dua ekor disantap keluarga Bapak, sisanya kan dapat dijual. Hasil penjualan ikan dapat ditabung untuk membeli alat pancing lagi sehingga hasil pancingan Bapak dapat lebih banyak lagi," katanya menggurui.

"Apa gunanya bagi saya?" tanya si nelayan semakin keheranan.

"Begini. Dengan uang tabungan yang lebih banyak, Bapak dapat membeli jala. Bila hasil tangkapan ikan semakin banyak, uang yang dihasilkan juga lebih banyak, Bapak dapat saja membeli sebuah perahu. Dari satu perahu dapat bertambah menjadi armada penangkapan ikan. Bapak dapat memiliki perusahaan sendiri. Suatu hari Bapak akan menjadi seorang nelayan yang kaya raya."

Nelayan yang sederhana itu memandang si turis dengan penuh tanda tanya dan kebingungan. Dia berpikir, laut dan tanah telah menyediakan banyak masakan bagi ia dan keluarganya, mengapa harus dihabiskan untuk mendapat uang? Mengapa ia ingin merampas kekayaan alam sebanyak-banyaknya untuk dijual kembali. Sungguh tidak masuk diakal wangsit yang ditawarkan kepadanya.

Sebaliknya, merasa ahli dengan wangsit bisnisnya si pedagang kembali meyakinkan, "Kalau Bapak mengikuti saran saya, Bapak akan menjadi kaya dan dapat memiliki apa pun yang Bapak mau."

"Apa yang dapat saya lakukan bila saya memiliki banyak uang?" tanya si nelayan.

"Bapak dapat melakukan hal yang sama ibarat saya lakukan, setiap tahun dapat berlibur, mengunjungi pulau ibarat ini, duduk di dinding pantai sambil memancing."

"Lho, bukankan hal itu yang setiap hari saya lakukan Tuan. Kenapa harus menunggu berlibur baru memancing?" kata si nelayan menggeleng-gelengkan kepalanya semakin heran.

Mendengar balasan si nelayan, si pedagang ibarat tersentak kesadarannya bahwa untuk menikmati memancing ternyata tidak harus menunggu kaya raya.

Netter yang berbahagia, pepatah mengatakan, jangan mengukur baju dengan badan orang lain. Si pedagang mungkin benar melalui analisis bisnisnya, ia merasa apa yang dilakukan oleh si nelayan terlalu sederhana, monoton, dan tidak bermanfaat. Mengeruk kekayaan alam demi mendapat uang dan kekayaan sebanyak-banyaknya ialah masuk nalar baginya.

Sedangkan bagi si nelayan, dengan pikiran yang sederhana, dapat mendapat apa pun yang diberikan oleh alam dengan puas dan ikhlas. Sehingga hidup dijalani setiap hari dengan rasa syukur dan berbahagia.

Memang ukuran "bahagia", masing-masing orang pastilah tidak sama. Semua kembali kepada keikhlasan dan cara kita menyukuri, apa pun yang kita miliki saat ini.[Andrie Wongso]

Video pilihan khusus untuk Anda 😊 Apa yang kita lakukan hari ini ialah Membangun Masa Depan;
 seorang pedagang kaya datang berlibur ke sebuah pulau yang masih asri Ukuran Bahagia itu Sederhana

Belum ada Komentar untuk "Ukuran Senang Itu Sederhana"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel