Iwan Pranoto: Belajar

 Ada berguru demi ujian dan untuk mengejar skor Iwan Pranoto: BelajarAda sekolah, tetapi belum ada belajar. Ada pengajaran, tetapi belum ada belajar. Ada berguru demi ujian dan untuk mengejar skor, tetapi belum ada berguru alasannya ialah ialah rasa ingin tahu. Ada berguru alasannya ialah ialah dipaksa, tetapi belum ada berguru berlandaskan hasrat dari dalam diri sendiri.

Ada pemaksaan belajar, tetapi belum ada sukacita belajar. Ada kewajiban belajar, tetapi belum ada penghargaan hak belajar. Ada pemaksaan berguru dengan ancaman, tetapi belum ada kasmaran belajar.

Almarhum Profesor Achmad Arifin kerap mengingatkan para muridnya, "Kita pandai bukan alasannya ialah ialah diajar, akan tetapi alasannya ialah ialah belajar."

Pernyataan itu ialah sebuah penyadaran bahwa tidak ada gunanya seseorang mengikuti pengajaran jikalau yang bersangkutan tak belajar. Pandai tak pernah diperoleh melalui jalan pintas, tetapi harus melalui proses berguru berkelanjutan, yang didorong motivasi dari dalam diri. Tentunya kita semua mengangankan pemahaman ihwal berguru ini terwujud melalui rangkaian kebijakan pendidikan nasional di pemerintahan gres demi anak- anak Sang Republik.

Sikap

Kata berguru bukan sebuah kata sepele. Kata ini merupakan sebuah kata universal yang mengandung unsur kearifan luhur.

Kata berguru tentu umumnya dikenakan pada pelajar, tetapi sejatinya mutlak pula bagi pendidik. Guru tentunya perlu berguru sebelum ia membelajarkan keilmuannya. Guru memiliki kiprah sebagai insan yang meneladankan sikap berguru sepanjang hayat.

Lebih dari itu, gotong royong kata berguru alami bagi semua manusia, entah renta ataupun muda. Beberapa futurolog atau pakar ihwal masa depan sudah menyatakan bahwa berguru ialah pekerjaan utama insan di masa sekarang dan mendatang. Tidakkah kita sudah rasakan sekarang di dunia kerja?

Selain berguru sebagai program utama dalam keilmuan, berguru juga menyiratkan sikap yang manusiawi. Kata berguru senantiasa mengimbas suatu suasana kebersahajaan bagi subyeknya.

Seseorang yang berguru artinya mengakui bahwa dirinya belum tahu, mengakui keterbatasan pemahamannya, dan mengakui bahwa dirinya masih belum mencapai kebenaran mutlak. Kebersahajaan ini gotong royong juga penting dalam budaya ilmiah.

Jika persekolahan sanggup mengembalikan berguru sebagai jiwa kegiatannya, budaya kebersahajaan sanggup diharapkan tumbuh di kelas, sekolah, dan balasannya menyebar ke masyarakat luas.

Sekolah bukan saja sebagai daerah penyebaran pengetahuan ilmiah, tetapi—lebih dari itu—sekolah haruslah menjadi sumber wangsit pengembangan budaya masyarakat sekitarnya. Iklim kebersahajaan yang berkembang di masyarakat akan meningkatkan harmoni sosial sejati berdasarkan intelektualitas, bukan berlandaskan materi.

Budaya kebersahajaan ini secara alami menumbuhkan sikap mau mendengar pendapat orang lain alasannya ialah ialah ingin berguru dari orang lain. Belajar sanggup dari siapa saja dan kapan saja.

Sebaliknya, perasaan takabur, perasaan tahu segalanya, dan perasaan paling benar akan mengimbas sikap praktis menyesatkan orang lain, menganggap orang lain salah jikalau tak sama dengan pendapatnya. Perasaan takabur ini memiliki saudara kembar bernama kenaifan, yakni melihat dunia hanya hitam-putih. Jika tidak hitam, pasti putih. Ini sangat berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan perawatan Sang Republik.

Teori otak

Sekarang, bagaimana membangkitkan motivasi intrinsik atau hasrat diri untuk belajar? Menurut teori otak, insan memiliki tiga penggalan otak yang masing-masing menuntut pemuasan yang berbeda-beda. Otak depan [forebrain] menuntut program yang baru. Otak tengah [midbrain] menuntut program yang menantang. Otak belakang [hindbrain] menuntut program yang aman. Artinya, kita, manusia, akan berhasrat berguru jikalau kegiatannya gres [tidak membosankan], menantang [sedikit di atas kemampuan kita], dan aman [tidak mengancam atau mempermalukan kita jikalau gagal].

Oleh alasannya ialah ialah itu, pendidik di kala sekarang perlu mereka-cipta kegiatannya agar selalu baru, menantang, dan aman. Kegiatan yang usang dan penuh pengulangan kerap membunuh motivasi alasannya ialah ialah akan melahirkan kebosanan. Apalagi kerap kegiatannya terlalu sulit dibandingkan kemampuannya sehingga membuat pelajar frustrasi atau sebaliknya terlalu praktis sehingga pelajar bosan. Ini yang dikenal dengan sebutan Drill and Kill. Teori berguru modern ingin mengatasi ini dengan pemahaman gres di ilmu saraf ihwal bagaimana insan belajar. Harapannya, dari Drill and Kill, persekolahan dan pendidikan kita akan membangun suasana Thrill and Will, atau menantang dan berhasrat.

Teknologi melalui langkah gamification telah berperan menggeser kekeliruan pandangan berguru sebagai beban jadi sebuah permainan. Pandangan kuno bahwa berguru ialah siksaan, makanya harus dipaksa, digantikan dengan berguru sebagai permainan mengasyikkan, menantang, tanpa perlu takut dihakimi dan disalahkan.

Kita selesaikan permasalahan primitif bahwa berguru harus dipaksa dengan teknologi modern. Hanya dengan benak lebih cerdas daripada benak pembuat duduk kasus bahwa berguru ialah beban itu kita sanggup benahi pendidikan dan kebudayaan kita.

Dengan budaya berguru yang merasuki warga, nasion ini akan merdeka dan berdikari. Jika belum remaja kita secara naluri senang mengerjakan teka-teki, puzzle, sudoku, sampai dirinya terhanyut menyatu dalam permainannya, bukan hal mustahil membuat anak juga akan terhanyut dengan program berguru matematika atau pelajaran lain.

Kita semua tentunya ingin belum remaja kita mengatakan, "Aku ingin mengerjakan PR. Aku ingin belajar." Bermain dalam proses berguru ialah urusan serius, bukan main-main. Dengan jalan itu, kita berharap belum remaja kita menjadi kasmaran belajar, yang dampaknya tentu akan membuat mereka pandai. [Iwan Pranoto - Guru Besar Matematika ITB]

Video pilihan khusus untuk Anda 💗 Pianist cilik ini memperlihatkan salah satu pola dari hasil belajar;
 Ada berguru demi ujian dan untuk mengejar skor Iwan Pranoto: Belajar

Belum ada Komentar untuk "Iwan Pranoto: Belajar"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel