Catatan Ringan Wacana Pengembangan Pembelajaran Matematika

Catatan Ringan Tentang Pengembangan Pembelajaran Matematika Catatan Ringan Tentang Pengembangan Pembelajaran MatematikaDisadari sepenuhnya bahwa bagi sebagian siswa sekolah dasar, matematika menjadi pelajaran yang tidak menyenangkan, bahkan dibenci. Tentu, hal ini akan berdampak pada hasil belajarnya. Ketidaksukaan siswa akan matematika sanggup disebabkan banyak hal, seperti;
  • cara guru mengajar yang kurang tepat,
  • metode pembelajaran yang kurang menarik,
  • bahkan sanggup juga disebabkan aneka macam pandangan negatif akan kesulitan matematika yang sering siswa dengar dari orang lain, semisal
    orang tuanya.
Sesungguhnya, memang matematika memiliki faktor penyulit bagi yang ingin mempelajarinya, yakni karakteristik matematika yang gila sementara di sisi lain kemampuan abstraksi siswa, terutama siswa sekolah dasar, masih rendah. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi guru agar menyebabkan matematika yang gila itu menjadi "nyata" dalam benak siswa.

Hal itu sanggup dilakukan dengan menggunakan aneka macam media pembelajaran atau alat peraga yang sesuai. Selain itu guru perlu juga menyebabkan pembelajarannya agar lebih menarik, contohnya melalui permainan, mengingat anak sekolah dasar, dalam tahap perkembangan psikologisnya masih menyukai permainan.

Matematika dan Pembelajaran Matematika

Sampai ketika ini, tidak ada pendapat yang seragam mengenai pengertian matematika. Sebagian orang menganggap bahwa matematika tidak lebih dari sekedar berhitung dengan menggunakan rumus dan angka-angka. Namun, sebagaimana halnya musik bukan sekedar bernyanyi, matematika bukan pula sekedar berhitung atau berkutat dengan rumus-rumus dan angka-angka.

Herman Hudojo (1979: 97) mengemukakan bahwa matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungannya yang diatur dengan konsep-konsep abstrak. Sementara Slamet Dajono (1976: 10) menunjukkan 3 macam pengertian elementer mengenai matematika sebagai berikut:
  1. Matematika sebagai ilmu pengetahuan wacana bilangan dan ruang.
  2. Matematika sebagai studi ilmu pengetahuan wacana penjabaran dan konstruksi aneka macam struktur dan pola yang sanggup diimajinasikan.
  3. Matematika sebagai kegiatan yang dilakukan oleh para matematisi.

Lepas dari aneka macam pendapat yang tampak berbeda mengenai pengertian matematika tersebut, tetap sanggup ditarik ciri-ciri atau karakteristik yang sama. Menurut Soedjadi (1999:13), karakteristik matematika adalah: memiliki objek abstrak, bertumpu pada kesepakatan, berpola pikir deduktif, memiliki simbol yang kosong arti, memperhatikan semesta pembicaraan, dan konsisten dalam sistemnya.

Menurut Bell (1981: 108), objek matematika terdiri atas fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip. Berikut yaitu uraian mengenai objek-objek matematika tersebut.
1. Fakta
Fakta yaitu semua komitmen dalam matematika, menyerupai simbol-simbol matematika. Siswa dikatakan memahami fakta apabila ia telah sanggup menyebutkan dan menggunakannya secara tepat.
2. Keterampilan
Keterampilan yaitu operasi atau prosedur yang diharapkan sanggup dikuasai siswa secara cepat dan tepat. Siswa dikatakan menguasai keterampilan apabila ia sanggup menunjukkan keterampilan tersebut secara tepat, sanggup merampungkan aneka macam jenis perkara yang memerlukan keterampilan tersebut, dan menerapkan keterampilan tersebut ke dalam aneka macam situasi.
3. Konsep
Konsep yaitu wangsit gila yang memungkinkan seseorang sanggup menentukan apakah suatu objek atau insiden merupakan pola atau bukan pola konsep. Siswa dikatakan menguasai konsep apabila ia bisa mengidentifikasi pola dan noncontoh konsep.
4. Prinsip
Prinsip yaitu rangkaian beberapa konsep secara bekerjsama beserta korelasi (keterkaitan) antarkonsep tersebut. Siswa dikatakan menguasai prinsip apabila ia sanggup mengidentifikasi konsep-konsep yang terkandung di dalam prinsip tersebut, menentukan korelasi antarkonsep, dan menerapkan prinsip tersebut ke dalam situasi tertentu.

Soedjadi (1999: 138) mengemukakan bahwa matematika yaitu salah satu ilmu dasar, baik aspek terapannya maupun aspek penalarannya memiliki peranan yang penting dalam upaya penguasaan ilmu dan teknologi. Ini berarti sampai batas tertentu, matematika perlu dikuasai oleh segenap warga negara Indonesia, baik terapannya maupun pola pikirnya. Itulah alasan penting mengapa matematika perlu diajarkan di setiap jenjang sekolah.

Mengingat begitu luasnya materi matematika, maka perlu dipilih materi-materi matematika tertentu yang akan diajarkan di jenjang sekolah. Materi
matematika yang dipilih itu kemudian disebut matematika sekolah.

Matematika sekolah yaitu unsur-unsur atau bagian-bagian dari matematika yang dipilih menurut atau berorientasi kepada kepentingan pendidikan dan perkembangan IPTEK.

Dengan demikian menurut Soedjadi (1999: 37), matematika sekolah tidak sama dengan matematika sebagai ilmu dalam hal penyajiannya, pola pikirnya, keterbatasan semestanya, dan tingkat keabstrakannya. Untuk mempermudah penyampaiannya, penyajian butir-butir matematika harus diadaptasi dengan perkiraan perkembangan intelektual siswa, contohnya dengan menurunkan tingkat keabstrakannya, atau dalam batas-batas tertentu menggunakan pola pikir induktif, khususnya untuk siswa di sekolah tingkat rendah, mengingat mereka belum sanggup berpikir secara gila dan menggunakan pola pikir deduktif.

Pembelajaran matematika di sekolah tidak hanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan matematika yang bersifat material, yaitu untuk membekali siswa agar menguasai matematika dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Namun lebih dari itu, pembelajaran matematika juga dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan matematika yang bersifat formal, yaitu untuk menata kecerdikan siswa dan membentuk kepribadiannya.

Pembelajaran matematika hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga tidak hanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan dalam ranah kognitif, tetapi juga untuk mencapai tujuan dalam ranah afektif dan psikomotor.

Pembelajaran matematika yang baik tidak hanya dimaksudkan untuk mencerdaskan siswa, tetapi juga dimaksudkan untuk menghasilkan siswa yang berkepribadian baik. Hal ini sanggup dimengerti, karena menurut Soedjadi (1999:173), tidak semua siswa yang mendapat pelajaran matematika pada risikonya akan tetap menggunakan atau menerapkan matematika yang dipelajarinya.

Padahal hampir semua siswa memerlukan pikiran sehat dan kepribadian yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, tugas guru matematika sangat strategis. Ia dituntut untuk sanggup merancang pembelajaran matematika sedemikian rupa sehingga sanggup membantu siswa dalam berbagi sikap dan kemampuan intelektualnya, sehingga produk dari pembelajaran matematika tampak pada pola pikir yang sistematis, kritis, kreatif, disiplin diri, dan langsung yang konsisten.

Selama ini, pembelajaran matematika di sekolah lebih mengutamakan pencapaian tujuan pendidikan matematika yang bersifat material, tetapi kurang memperhatikan pencapaian tujuan pendidikan matematika yang bersifat formal, yakni untuk menata kecerdikan siswa dan membentuk kepribadiannya. Hal ini sanggup dipahami, mengingat tidak sedikit guru yang melaksanakan pembelajaran semata-mata untuk menawarkan materi pelajaran atau transfer pengetahuan.

Menurut Bishop (2000), masih sedikit guru yang mengetahui bagaimana dampak pembelajaran yang telah dilaksanakan dan bagaimana merancang pembelajaran matematika sehingga sanggup berbagi nilai-nilai matematika pada siswa. Bahkan pada umumnya guru kurang mengetahui adanya nilai-nilai matematika.

Menurut Bishop (2000), values in mathematics education is the deep affective qualities which education fosters through the school subject of mathematics. Nilai-nilai dalam pendidikan matematika merupakan komponen penting dalam pembelajaran matematika di kelas. Nilai-nilai itu sanggup dibelajarkan kepada siswa baik secara implisit maupun eksplisit dalam pembelajaran matematika di kelas.

Misalnya, melalui rangkaian langkah-langkah pemecahan perkara dalam matematika, siswa dilatih untuk bersikap kritis, cermat, runtut, analitis, rasional, dan efisien.

Dalam pembelajaran matematika yang dikembangkan guru selama ini, tujuan pendidikan matematika yang bersifat formal, yaitu untuk membentuk kecerdikan dan kepribadian siswa, diharapkan sanggup tercapai dengan sendirinya. Melalui pembelajaran matematika, diharapkan siswa secara otomatis sanggup tertata nalarnya, sanggup berpikir kritis, logis, cermat, analitis, runtut, sistematis, dan konsisten dalam bersikap.

Perencanaan pembelajaran matematika yang demikian menurut Soedjadi (1999: 66) disebut perencanaan pembelajaran by-chance. Pembelajaran yang demikian tentu saja masih diperlukan. Namun, seiring perkembangan matematika yang begitu pesat serta diperlukannya matematika dan pola pikirnya dalam aneka macam bidang, maka guru perlu secara sengaja merancang pembelajaran yang memungkinkan untuk membelajarkan nilai-nilai edukatif dalam matematika secara aktif kepada siswa.

Perencanaan pembelajaran yang demikian menurut Soedjadi (1999: 66) disebut perencanaan pembelajaran by-design. Guru secara sengaja mendesain pembelajaran matematika yang memungkinkan di dalamnya terdapat aktivitas-aktivitas yang sanggup mendukung tumbuh kembangnya kepribadian siswa.

Nilai-nilai yang dibelajarkan kepada siswa di kelas sedapat mungkin juga mencakup nilai-nilai yang berkembang di masyarakat secara umum. Misalnya, melalui jadwal diskusi, siswa dilatih untuk menghargai dan mengkritisi pendapat orang lain, menghargai kesepakatan, dan berlatih mengemukakan pendapat dengan argumentasi yang kuat.

Teori Perkembangan Piaget

Menurut Piaget (Suparno, 1997:34), sketsa berkembang seturut dengan perkembangan intelektual. Piaget membedakan empat taraf perkembangan kognitif seseorang, yaitu:
(1) taraf sensori-motor,
(2) taraf pra-operasional,
(3) taraf operasional konkret, dan
(4) taraf operasional formal.

Taraf sensori-motor berkembang pada anak sejak lahir sampai sekitar umur 2 tahun. Pada taraf ini, anak belum sanggup berpikir dan menggambarkan suatu insiden atau objek secara konseptual, meskipun perkembangan kognitif sudah mulai ada, yaitu dibentuknya skema/skemata. Pada taraf pra-operasional, yang berkembang pada umur 2-7 tahun, mulailah berkembang kemampuan berbahasa dan beberapa bentuk pengungkapan. Pada taraf ini, pikiran sehat pralogika juga mulai berkembang. Pada umur 7-11 tahun yang disebut taraf operasioanal konkret, anak berbagi kemampuan menggunakan pemikiran logis dalam berhadapan dengan persoalan-persoalan konkret. Pada taraf operasional formal (11-15 tahun), anak sudah berbagi pemikiran gila dan pikiran sehat logis untuk aneka macam persoalan. Pada keempat taraf perkembangan kognitif di atas, sketsa seseorang berkembang.

Media Pembelajaran

Secara umum, media sanggup diartikan sebagai apa saja yang sanggup menyalurkan informasi dari sumber informasi ke penerima informasi. Media merupakan salah satu komponen dalam proses komunikasi. Komponen-komponen dimaksud yaitu sumber informasi, informasi, dan penerima informasi, serta komponen keempat yaitu media.

Apabila salah satu dari keempat komponen ini tidak ada, maka proses komunikasi tidak mungkin terjadi. Dengan demikian, media hanya akan bermakna apabila ketiga komponen lainnya ada.

Pengertian media pembelajaran tidak jauh berbeda dengan pengertian media dalam proses komunikasi. Menurut Schramm (Prastati, 2001), media pembelajaran sanggup diartikan sebagai teknologi pembawa pesan (informasi) yang sanggup dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran.

Sedangkan menurut Briggs (Prastati, 2001) media pembelajaran diartikan sebagai sarana untuk menawarkan isi/materi pembelajaran. Sarana dimaksud sanggup berupa perangkat keras maupun perangkat lunak. Sarana pembelajaran yang berupa perangkat keras antara lain yaitu papan tulis, penggaris, jangka, timbangan, dan kartu permainan bilangan. Sedangkan pola sarana yang dikategorikan sebagai perangkat lunak antara lain yaitu lembar kegiatan siswa (LKS), lembar tugas, petunjuk permainan matematika, dan program-program komputer.

Penggunaan media pembelajaran tidak terlepas dari penggunaan metode pembelajaran. Metode pembelajaran yaitu prosedur yang disengaja dirancang untuk membantu siswa mencar ilmu lebih baik dan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Keterkaitan antara media pembelajaran dan metode pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran digambarkan sebagai berikut.
Catatan Ringan Tentang Pengembangan Pembelajaran Matematika Catatan Ringan Tentang Pengembangan Pembelajaran Matematika
Sebagai contoh, misalkan guru melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas menggunakan OHP melalui jadwal diskusi, maka OHP tersebut yaitu media pembelajaran, sedangkan diskusi yaitu metode pembelajaran yang sengaja dirancang untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya.

Terdapat aneka macam cara untuk mengklasifikasikan media pembelajaran. Secara umum, media pembelajaran sanggup diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu alat-alat produk teknologi yang digunakan untuk menampilkan pesan/informasi yang disebut perangkat keras (hardware) menyerupai OHP, televisi, cassete recorder, dan program/pesan yang ditampilkan melalui alat tersebut yang disebut perangkat lunak (software), menyerupai slide, film, video cassete.

Bletz (1971) membagi media pembelajaran menjadi tiga macam, yaitu media yang sanggup didengar, media yang sanggup dilihat, dan media yang sanggup bergerak. Dari ketiga macam media pembelajaran tersebut yang paling lengkap yaitu audio-visual gerak (ada gambar, suara, dan gerak). Sedangkan Schramm (1977) membagi media menurut banyaknya audiens yang dilayani sebagai berikut.
  1. Media untuk audiens besar, menyerupai televisi, radio, dan internet.
  2. Media untuk audiens kecil, menyerupai film suara, film bisu, video tape, slide, radio, audiotape, audiodisc, foto, papan tulis, chart, dan OHP.
  3. Media untuk individu, menyerupai media cetak (hand-out), dan computer assisted instruction (CAI)

Media pembelajaran sanggup berfungsi sebagai alat bantu visual dalam kegiatan pembelajaran, yaitu berupa sarana yang sanggup menunjukkan pengalaman visual kepada siswa antara lain untuk mendorong motivasi belajar, memperjelas dan mempermudah penyampaian konsep yang abstrak, dan mempertinggi daya serap atau retensi mencar ilmu siswa.

Menurut Basuki Wibawa dan Farida Mukti (1993: 8-9), media pembelajaran sanggup difungsikan sebagai berikut.
  1. Sebagai alat bantu mengajar (dependent media)
    Efektivitas penggunaan media tergantung cara dan kemampuan guru dalam menggunakan, contohnya gambar, dan transparansi.
  2. Sebagai media mencar ilmu sanggup bangun diatas kaki sendiri (independent media)
    Media dirancang, dikembangkan, dan diproduksi secara sistematik, serta sanggup menyalurkan informasi secara terarah untuk mencapai tujuan tertentu, misalnya: radio, televisi, film, dan video. Keuntungan model ini yaitu guru sanggup menunjukkan waktu banyak bagi siswa yang benar-benar membutuhkan, siswa menjadi aktif, siswa sanggup mencar ilmu sesuai kecepatan masing–masing.

Contoh Pembelajaran Matematika

Berikut diberikan pola pembelajaran matematika, pada topik bilangan, yang bertujuan untuk berbagi kemampuan intuisi anak, melalui permainan tebak angka.

Mintalah siswa untuk memikirkan suatu bilangan. Berikan pertanyaan-pertanyaan selidik untuk menebak bilangan yang dipikirkan anak tersebut, menyerupai berikut ini.
Guru : Coba pikirkan suatu bilangan.
Siswa : ya (anak memikirkan suatu bilangan)
Guru : Apakah bilangan itu lebih besar dari 25?
Siswa : Tidak...
Guru : Apakah bilangan itu terletak antara 10 dan 20?
Siswa : ya
Guru : Apakah bilangan itu genap?
Siswa : ya Dan seterusnya, sampai guru sanggup menebak bilangan yang dipikirkan anak.
Setelah guru sanggup menebak bilangan yang dipikirkan oleh anak, selanjutnya siswa diminta untuk menebak suatu bilangan yang dipikirkan guru dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan selidik serupa.

Guru sanggup juga menggunakan media pembelajaran, menyerupai gambar berikut ini, untuk membelajarkan matematika. Siswa diminta untuk menjelaskan alasan jawabannya.
Catatan Ringan Tentang Pengembangan Pembelajaran Matematika Catatan Ringan Tentang Pengembangan Pembelajaran Matematika
Untuk membelajarkan konsep perkalian, kepada siswa sanggup dihadirkan beberapa benda real yang tersusun menurut aturan tertentu, contohnya satu ‘kotak’ teh botol (berisi 24 botol) yang tersusun empat-empat menyerupai berikut ini.
Catatan Ringan Tentang Pengembangan Pembelajaran Matematika Catatan Ringan Tentang Pengembangan Pembelajaran Matematika
Melalui jadwal diskusi kelompok, siswa diminta untuk menghitung banyaknya gelas dalam kotak tersebut. Kemungkinan besar siswa akan menjawab 24, meskipun dengan cara-cara yang mungkin berbeda. Siswa diminta untuk menjelaskan cara mereka menjawab. Guru sanggup menanyakan kepada siswa bagaimana cara menghitung gelas-gelas tersebut dengan cepat (tanpa menghitung satu-persatu).

Beberapa kemungkinan tanggapan siswa adalah:
  • Siswa menghitung satu persatu semua gelas yang ada sehingga diperoleh hasil 24.
  • Siswa memperhatikan pola susunan gelas dan menjawab sebagai berikut. Karena 'empatnya ada enam', maka banyaknya semuan gelas yaitu 4+4+4+4+4+4 yang sama dengan 24 atau karena 'enamnya ada empat' maka banyaknya semua gelas yaitu 6+6+6+6 yang sama dengan 24 juga.
  • Siswa langsung mengalikan: 6 x 4 = 24.,dan lain sebagainya

Penutup

Dibutuhkan kreativitas bagi guru untuk berbagi pembelajaran matematika yang menarik dan sanggup menumbuhkan kreativitas siswa. Untuk tujuan tersebut guru sanggup menggunakan media pembelajaran. Media pembelajaran yang baik tidak identik dengan kemahalannya. Guru sanggup menggunakan benda-benda sederhana yang simpel didapat sebagai media pembelajaran.

Pemanfaatan media pembelajaran tersebut sanggup dikombinasikan dengan jadwal permainan, sehingga pembelajaran terasa lebih hidup. Pembelajaran yang demikian, perlu terus menerus dikembangkan, sehingga setahap demi setahap diharapkan akan menyebabkan matematika sebagai pelajaran yang disenangi siswa. Semoga. [Ali Mahmudi - Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY] 😊

Video pilihan khusus untuk Anda 💗 Contoh Proses Belajar Mengajar yang dianjurkan pada Kurikulum 2013;
Catatan Ringan Tentang Pengembangan Pembelajaran Matematika Catatan Ringan Tentang Pengembangan Pembelajaran Matematika

Belum ada Komentar untuk "Catatan Ringan Wacana Pengembangan Pembelajaran Matematika"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel