Matematika Dari Kacamata Sujiwo Tejo

 adalah sebagian pandangan Sujiwo Tejo perihal matematika yang disampaikan dia dikala m Matematika Dari Kacamata Sujiwo Tejo
Indonesia kurang maju alasannya matematika-nya rendah, adalah sebagian pandangan Sujiwo Tejo perihal matematika yang disampaikan dia dikala menjadi pembicara di aktivitas TEDx Bandung yang dilaksanakan beberapa tahun yang kemudian tepatnya 9 Oktober 2011.

Alasan utama gesekan pena ini saya share alasannya video yang di upload oleh TEDxTalks di youtube pada tanggal 25 Maret 2012 hingga gesekan pena ini di publikasikan hanya di tonton 91.741 kali padahal apa yang disampaikan di video itu sangat bagus. Kita bandingkan dengan video Wawancara Saskia Gotik dan Vicky Prasetyo yang sok memakai bahasa intelek, hingga gesekan pena ini di publikasikan video yang berumur kurang lebih 4 bulan sudah ditonton 3.538.829 kali, perbedaan yang sangat-sangat signifikan.

Agar pesan Sujiwo Tejo pada video diatas hingga kepada Anda, sehingga apa yang disampaikan dia saya coba tuangkan dalam bentuk tulisan. Banyak hal yang disampaikan Sujiwo Tejo perihal matematika pada video tersebut meskipun hanya dalam waktu 20 menit, padahal sebagai seorang guru menunjukkan matematika dalam waktu 2 x 45 menit hanya sedikit yang tersampaikan. Cara menunjukkan dengan santai dan ringan menjadi ciri dari video ini jikalau Anda saksikan langsung di youtube dengan judul "TEDxBandung - Sujiwo Tejo - Math: Finding Harmony In Chaos". Mari kita simak apa yang disampaikan Sujiwo Tejo secara tertulis dan 'Saya/Aku' pada gesekan pena ini adalah Sujiwo Tejo.

Saya minta maaf alasannya tidak pakai, apa itu namanya? [slide persentase], dimana-mana saya tidak bisa alasannya saya gagap teknologi benar. Saya, TEDx saja gres dengar seminggu yang lalu, ohhh TEDx,... serius bukan saya mau menghina tapi alasannya memang saya tidak tahu. Ketika temanku bilang pokoknya uda 2 bulan yang kemudian diundang TEDx, saya bilang ya udah mumpung di Bandung, senang saya Bandung. Tau-tau kemarin begitu ngbrol sama orang-orang TEDx ternyata TEDx itu "sesuatu". Banyak yang saya sepelekan jadi, banyak bangat dalam hidupku, dulu Gus Dur waktu maju juga saya sepelekan di depan publik "ala Gus.. Gus.. ga mungkin jadi, jadi presiden ternyata"

Aku ditugasi yang agak berat, alasannya uda paling siang dan disuruh ngomong soal matematik. Baiklah saya mungkin akan awali bahwa Indonesia kurang maju alasannya matematika-nya rendah. Pendidikan saya di matematika, saya dua jurusan dan teknik sipil, dua-duanya tidak selesai. Karena bagi saya orang yang selesai kuliah itu orang yang meneruskan sejarah tapi orang yang DO itu orang yang menjebol sejarah

Problemnya begitu kita dengar matematika, kita selalu membayangkan hitung-hitungan, satu tambah satu. Padahal matematika bukan about itu, matematika perihal logika kita, perihal konsistensi budi kita.

Tidak ada Pelajaran yang terbaik untuk melatih budi kita, konsisten, kecuali matematik.

Jadi didalam Bahasa saya, didalam benak saya, Bahasa Indonesia itu ga ada cuma Bahasa Inggris, Bahasa Madura, Bahasa Perancis, Bahasa Aborigin, tapi juga ada Bahasa matematika. Tapi di matematika tambah itu pakai “$+$” kurang itu pakai “$-$“ sama dengan itu pakai “$=$” sama saja ada gramatikalnya sendiri. Ini jarang sekali ditanamkan ke publik sejak dini atau sejak belum cukup umur bahwa matematika adalah about language, seandainya itu ditanamkan sejak SD dengan guru matematika, meskinya di SD itu profesor jikalau di Jepang profesor-profesor doktor nya justru mengajar tingkat rendah alasannya untuk dasar. Diajarkan bahwa yang penting itu tingkat dasarnya, jikalau diajarkan bahwa matematika itu logika, kita tidak akan menyerupai yang sekarang ini.

Karena budi kita konsisten, misalkan konsisten, saya termasuk orang yang menolak pemakaian helm. Debat sama orang-orang hebat hukum, saya bilang kenapa harus pakai helm? Supaya jikalau jatuh kemungkinan tidak mati, kemungkinannya tidak geger otak. Aku bilang memang jikalau hidup Negara kasih kerjaan, memang jikalau hidup negara kasih pelayanan kesehatan. Kecuali jikalau polisi bisa nyetop, ehh.. stop kalian tidak pakai helm, pemerintah tiap tahun sudah invest ke you tiap orang 2 milyard per orang termasuk penyediaan lapangan kerja, ini saudara menyia-nyiakan, masuk penjara.

Itu logika-logika matematika saya alasannya apa matematika selalu dikesankan bahwa matematika ilmu kepastian, itu salah dan itu hanyalah orang yang tidak mengerti. Aku malu klo ada teman, sobat dekat yang ngomong kayak gitu. Matematika ketidakpastian, tetapi matematika perihal kesepakatan.
$1 + 1 = 2$ siapa bilang pasti, jikalau kita bicara dalam konteks bilangan persepuluhan, iya. Tetapi dalam bilangan biner, $1 + 1$ tidak $2$.

Kita sepakat dengan Pancasila, sepakat kan, trus sepakat bahwa bumi, tanah dan seisinya dikuasai oleh Negara bagi kemakmuran, udah sepakat itu. Tetapi dari Freeport kita cuma sanggup 1%, gimana gitu matematikanya. Jadi matematika about logika, jikalau seluruh masyarakat Indonesia diajar matematika secara benar.

Saya mendapatkan pengertian matematika secara benar dikala saya kuliah di ITB Matematik, dari Bapak Dr Hutahean, mudah-mudahan Tuhan ngasih berkat ke beliau. Dibuka mata saya, oh ini matematik, dari situ saya tahu kekerabatan matematika sama musik. Kalau matematik kita benar, banyak penyair, Rendra matematika nya jelek, Toni Prabowo pemusik matematikanya buruk padahal menurut saya seseorang yang musiknya anggun matematikanya harus anggun alasannya berhubungan.

Kalau seseorang matematikanya anggun pasti dia sastranya bagus. Tapi ternyata banyak teman-teman sastrawan yang matematikanya tidak bagus, berarti matematika diajarkan secara salah oleh kurikulum.

Karena di dalam matematika, kita selalu menemukan bahasa-bahasa baru, yang nantinya Kita sanggup menemukan, misalnya dimensi-n, padahal dalam bayangan kita, di dalam benak kita, yang ada adalah maksimal dimensi tiga [x-y-z], semua benda dilukiskan dalam itu. Tidak terbayang ada dimensi lebih dari 4, ada dimensi-n. Tapi itu ditemukan dalam rumus-rumus matematika diturunkan, diutak-atik oleh keisengan hingga ketemu dimensi-n. Ternyata bisa diterapkan di astronomi kemudian, ternyata kata orang-orang astronom di matahari dikala gravitasi bisa menarik cahaya disitu, teman-teman dari fisika bisa lebih menjelaskan, disitu ada banyak dimensi. Jadi ada adakala kata-kata diciptakan duluan, kata-kata matematika, kemudian teknologi mengejarnya. Zaman saya di tehnik sipil, matematika sanggup membantu insinyur sipil menghitung kekuatan kolom di semua titik. Begitu komputer keluar, dihitung bisa lebih efektif.

Begitu juga penyair, diutak-atik, diutak-atik, penyair mengutak-atik kata-kata…
Aku bawakan mayatku padamu, tapi kamu bilang hanya
Aku bawakan cintaku padamu, tapi kamu bilang masih
Aku bawakan arwahku padamu, tapi kamu bilang hanya
Tanpa apa saya datang padamu

Dalam Bahasa kita, gimana kita membawa arwah kita? Gimana kita membawa mayatku padamu tapi masih kamu bilang, sajaknya Sutardji.

Bedanya didalam puisi, itu hanya ada dalam penghayatan kita, oh dengan membaca itu dikala saya datang ke kekasihku saya dengan penghayatan lain.
Jadi kalimat puisi membentuk dunia gres begitu juga kalimat matematika. Ketika Ridwan Kamil memberikan sama teman-teman yang lain memberikan atau Panji, “jangan mengharapkan perubahan tapi ciptakanlah perubahan” bagi saya itu kalimat matematik yang lahir dari utak-atik, utak-atik, utak-atik lahir kalimat itu. Lalu kita mensugesti diri kita, menyihir diri kita untuk mewujudkan kalimat itu.

Kalimat-kalimatku misalkan di twitter saya sering ngomong, itu saya utak-atik dari permainan kayak matematik di kepala.
Kalau tidak salah ada 1000 persamaan, misalkan $a + b = c$ kemudian $a$ diuraikan, $a$ ternyata $d + f$ berarti $d + f + b = c$, kemudian $c$ diuraikan matematik kan terus, terus dan seterusnya . . . kemudian ketemu $e = mc^{2}$ [intinya gitu koq].

Semuanya dari matematik, itu di puisi, apa yang ada di matematik? Matematik itu konsistensi, jikalau kamu belajar matematik.
Sebetulnyakan penurunan-penurunan dalil phytagoras . . . $sin^{2} \alpha +cos^{2} \alpha =1$
jikalau kalian turunkan itukan dari lama, dari segitiga siku-siku trus diturunkan gotong royong kan pada dasarnya $a + b = c$, misalkan katakanlah menyerupai itu, $a$ nanti diurai, oh $a$ itu ternyata dari pengalaman sama dengan $e + g$, dimasukkan, terus . . . tiba-tiba kita hingga takjub sendiri, loh koq ternyata jadi menyerupai ini.
Itulah keindahan matematika, ga kayak keindahan puisi jikalau kata Bentrand Russel itu keindahan puisi itu meledak-ledak.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kode yang tak pernah disampaikan awan kepada hujan Yang menjadikannya tiada.

Keindahan matematik itu indah; tapi cuek indahnya; tapi indah. Seperti orang dicium diam aja, itu matematik.

Matematika adalah kemampuan menangkap acuan dari sesuatu yang semula tidak terpola. Itulah kemampuan matematika yang harus ditanamkan

Melihat kemacetan yang mirip semraut tapi ternyata ada polanya. Orang matematika akan melihat oh pada jam 6 pagi dan jam . . . akan dibentuk konsep-konsep himpunan untuk meyelesaikan masalah.

Batik ada berapa coba? Parang kusumo, parang rusa, batik pagi-sore pekalongan, trus batik kawung, banyak bangat di Indonesia, tapi sobat saya matematika menjadikannya cuman ada enam acuan batik. Jadi kemampuan menangkap acuan dari sesuatu yang tidak terpola.

Ketika saya bilang cinta tak perlu pengorbanan
itu adalah kata-kata baru, kata-kata matematik yang gres dari aku, alasannya apa? Aku udah atik, atik, utak-atik, utak-atik di kepala dan tidak tahu berapa prosesing yang terjadi. Sama kayak penurunan rumus.

Cinta tidak perlu pengorbanan pada dikala kamu merasa berkorban pada dikala itu cintamu mulai pudar. Sementara pada masa lama cinta adalah pengorbanan, tugasku sekarang adalah mewujudkan didalam diriku bahwa cinta tidak perlu pengorbanan. Begitu kamu merasa berkorban, omong kosong cintamu. Sehingga dikala kalian hujan-hujan ke pacarmu gak merasa berkorban, wong cinta koq, yang ada pengorbanan kalkulasi.

Aku pingin cinta manusia ga ada hitung-hitungan, suatu hari, minimal saya didalam diriku sendiri. Makanya yang saya terapkan kepada anakkku, ini problem matematika, jikalau suatu hari bapak Tanya kenapa kamu cinta sama pacarmu dan dia bisa jawab, berarti itu bukan cinta. Itu kalkulasi, cinta tidak ada karena-karena.

Hiburanku jikalau menonton orang yang tertangkap, orang narkoba yang tertangkap di TV, hiburan ku adalah melihat perempuannya yang tetap setia, itu cinta, mau narkoba mau dibela itu cinta.

Di dalam pemikiran matematik semua hal punya dasar Mari kita berpikir matematis, matematik tidak sebagai hitung-hitungan, tapi matematik sebagai bahasa alasannya itu mensugesti budi kita. Matematika erat kaitannya sama lagu, erat kaitannya sama puisi. Aku baiklah Matematika adalah orkestrasi dari seluruh konsep. Konsep arsitektur, konsep mesin, teknik mesin, konsep seni rupa, digabung jadi satu dalam konsep matematika.

Matematika adalah orkestrasi dari seluruh konsep
sementara
musik adalah matematika yang berbunyi

Yang terakhir adalah Inti dari matematika adalah mencari persamaan. Tidak ada pelajaran matematika perihal pertidaksamaan; itu hanya pengecualian. Maka dalam kehidupan sehari-hari ada Gereja, ada Mesjid, ada Sunda dan lain-lain sebagainya kenapa kita selalu mencari perbedaan.

 adalah sebagian pandangan Sujiwo Tejo perihal matematika yang disampaikan dia dikala m Matematika Dari Kacamata Sujiwo Tejo

Belum ada Komentar untuk "Matematika Dari Kacamata Sujiwo Tejo"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel