Rhenald Kasali: Generasi Wacana

ulisan dari Bapak Rhenald Kasali berikut menjadi catatan penting bagi seorang guru atau or Rhenald Kasali: Generasi WacanaTulisan dari Bapak Rhenald Kasali berikut menjadi catatan penting bagi seorang guru atau orang tua, dimana guru atau orang anyir tanah adalah salah satu pemegang faktor tumbuh kembangnya para generasi muda.

Seperti apa Bapak Rhenald Kasali menilai generasi wacana itu, mari kita simak;

Saya sering kasihan melihat anak-anak muda yang makin arif tetapi hidupnya galau. Penyebabnya beragam. Misalnya, lantaran hal sepele saja. Belum lagi tamat SMA, mereka sudah dikejar-kejar orang tuanya, "Mau kuliah di mana? Swasta atau negeri?"

Bahkan, sampai menjelang lulus SMA sekalipun, masih banyak yang resah mau kuliah di mana dan jurusan apa? Jangan heran jikalau banyak yang salah jurusan.

Bahkan, sarjana nuklir pun berkarir di bank, sarjana pertanian jadi wartawan, dan seterusnya. Susah-susah kuliah di fakultas kedokteran, namun begitu lulus maunya jadi motivator.

Karena sejak awal sudah galau, setelah lulus tetap galau. Generasi ini pada gilirannya bermetamorfosis menjadi generasi wacana. Jadi, lantaran dulu selalu galau, setelah lulus hanya dapat berwacana. Ribut melulu. Paling jauh cuma dapat berbuat heboh di media sosial, membuat meme, tetapi tidak berani bertindak. Apalagi menggambil keputusan.

SUARANYA LANTANG
Indikatornya simpel. Kita dapat dengan mudah menemukan mereka dimana-mana. Contohnya begini. Ada dahan yang patah dan menghalangi jalan. Lalu lintas pun jadi macet. Apa yang dilakukan generasi wacana? Dengan gadgetnya, mereka memotret dahan itu. Juga memotret kemacetan yang terjadi. Lalu, mengunggahnya ke media sosial, tentu disertai dengan komentar. Isinya kritik. "Dimana dinas pertamanan kita? Ada dahan yang tumbang kok didiamkan!" Lalu, saat hasil unggahannya dikomentari banyak orang, senangnya bukan main.

Baca Juga: Rhenald Kasali: Budaya Menghukum dan Menghakimi Para Pendidik di Indonesia
Begitulah potret generasi wacana. Padahal, jikalau mau membantu, dia dapat menyingkirkan dahan tersebut dari jalan. Tidak hanya berwacana. Begitulah kita juga saksikan sikap mereka terhadap asap. Itu hanya satu contoh. Contoh lainnya ada dimana-mana.

Sebagian generasi wacana tersebut memasuki dunia kerja. Karir beberapa di antara mereka meningkat dan menduduki posisi-posisi penting. Kalau diperusahaan swasta, mereka itulah yang berteriak paling keras saat kondisi ekonomi menjadi lebih sulit. Misalnya, saat pemerintah mengubah kebijakan atau saat rupiah melemah/kembali menguat menyerupai sekarang ini.

Kalau didunia politik, mereka ributnya minta ampun. Persis menyerupai anggota parlemen kita. Biasanya kritik sana, kritik sini, tetapi pekerjaan utamanya, menyerupai membuat undang-undang, malah tidak diurus.

Kalau dilingkungan pemerintahan, mereka adalah orang-orang yang sibuk mengamankan posisi dan cari laga selamat. Caranya? Adu arif debat dan lihai membangun argumentasi. Mereka sangat arif jikalau soal ini. Tetapi, nyalinya langsung menciut saat ditantang untuk mengambil keputusan.

Akibatnya, kita merasakan dampaknya. Penyerapan anggaran akan terus sangat rendah dan kinerja perekonomian kita melambat. Kalau pemerintah saja tidak punya nyali, apalagi kalangan swasta.

WE CHANGE

Kalau mau melihat masa depan suatu negara, lihatlah generasi mudanya. Kalau generasi mudanya mudah galau, hanya dapat berwacana, dapat ditebak kelak menyerupai apa nasib negaranya. Kata banyak orang, lantaran resah dan sibuk berwacana, negara kita tertinggal sepuluh tahun dari negara-negara lain.

Contoh gampang. Lihatlah jalan tol kita. Kita membangun jalan tol sejak 1973. Lebih dahulu ketimbang Malaysia dan Tiongkok. Tapi coba lihat berapa panjang jalan tol yang telah kita bangun.

Malaysia mulai membangun jalan tol pada 1990. Namanya jalan tol Anyer Hitam. Panjangnya sekitar 10 kilometer. Itu pun yang mengerjakan adalah BUMN kita, PT Hutama Karya. Kini panjang tol di Malaysia sudah mencapai 3.000 kilometer.

Tiongkok pun baru membangun. Jalan tol pertama pada 1990. Jalan tol pertama yang mereka berdiri bernama Shenda, menghubungkan dua kota, Shenyang dan Dalian. Kini Tiongkok sudah memiliki jalan tol sepanjang 85 ribu kilometer. Anda tahu berapa panjang jalan tol yang sudah kita berdiri sampai dikala ini? Belum sampai 900 kilometer!.

Begitulah jikalau negara lain sibuk membangun, kita sibuk berwacana lantaran tidak berani mengambil keputusan.


Mari kita dukung Revolusi Mental, untuk perubahan yang lebih baik. Video ilustrasi berikut mungkin dapat mengajak kita untuk ikut berubah;
ulisan dari Bapak Rhenald Kasali berikut menjadi catatan penting bagi seorang guru atau or Rhenald Kasali: Generasi Wacana

Belum ada Komentar untuk "Rhenald Kasali: Generasi Wacana"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel