Catatan Dari Bakti Sosial : The Simple Of Happiness

Tanggal 14 Mei 2016 yang kemudian sengaja saya membawa siswa-siswa saya ke panti Asuhan buat melaksanakan aktivitas bakti sosial dalam Rangka Merayakan mereka selesai mengikuti Ujian Nasional Tahun 2016. Bakti Sosial ini sendiri saya buat secara sederhana alasannya yakni bukan besar kecilnya pinjaman yang kami berikan ke Panti Asuhan tapi pendidikan wacana kehidupan yang menjadi pokok dari Bakti sosial ini.

Foto Bersama Anak Panti


Ini merupakan salah satu kesan dan kisah dari Siswa saya, Dia beri Judul "The Simple of Happiness" di Tulis Oleh Rozana, Siswa SMP N 28 Bandung. Selamat membaca Kawan!


‘The world is not a wish. Granting factory’John Green


Ku tahu dunia bukan lah kawasan pengabul harapan, Ku tahu dunia bukan lah kawasan orang akan selalu bercanda ria, tertawa. Ku tahu dunia ini hanya kebagiaan sementara yang Tuhan berikan.Ku tahu dunia ini bukan pabrik permohonan juga pengabul kebahagian seseorang. Tapi hari itu Tuhan pertemukanku dengan kebahagian yang tak ternilaikan di mata ku.

Langit kota Kembang hari itu begitu mendukung. Sedikit terik bagi sebagian orang, tapi tak mematahkan semangat kami tuk pergi. Hari itu dengan rencana-rencana yang sudah kami siapkan.Akhirnya, kami pergi cukup dengan sebuah kendaran umum berjulukan oplet dalam bahasa Pekanbaru dengan seorang supir yang handuknya tersampir dibahu, terbukti bahwa kota Kembang begitu panas , celotehan-celotehan menggema di indera pendengaran ku dikala perjalanan hari itu.

Jalan Karapitan dikala itu begitu lenggang, membuat kami tiba dengan cepat.Tak lama sehabis itu supir kendaraan kami berkata dengan aksen Sunda nya ”neng, eta jalanna di batas bapa sampai sini aja ya” . Dengan serempak kami berkata “ Oh gitu ya pak, nuhunnya,” tak lupa dengan aksen yang sama. Kami berjalan dengan membawa beberapa pinjaman dari dana yang terkumpul, memasuki sebuah aula.

Ku langkahkan kaki ku, memasuki sebuah aula panti asuhan. Tak ada kata mewah,elegant dari aula itu. Hanya ada kata sederhana dikala ku masuki ruangan itu. Ruangannya tak begitu luas tapi cukup untuk kami ,tak ada meja juga dingklik yang menyambut kedatangan kami, cukup dengan dua buah karpet yang nyaman. Saat itu, kami menunggu mereka sembari menyiapkan lagu-lagu yang akan dibawakan.

Masjid yang tak jauh dari kawasan itu memangil setiap umatnya tuk melaksanakan kewajibannya, shalat. Ku tahu Tuhan menyuruh kami semoga bersegeralah melaksanakan kewajiban, tetapi kami malah berduduk ria sembari membicarakan ini itu.Ini yaitu hal yaang tak patut ditiru sama sekali. Tak lama sehabis itu, malaikat-malaikat kecil dengan raut muka gugup juga dengan langkah malu-malu memasuki ruangan yang kami tempati.

Mereka,anak-anak dengan aneka macam usia,berbagai ras duduk dengan tertib sebelum aktivitas dimulai. Ku lihat mereka memandangi kami dengan dahi berkerut seakan berkata’siapa mereka?’. Disaat mereka menampilkan raut muka yang menurut kami lucu, secara spontan kami memotret mereka. Ku lihat beberapa anak ada yang tersenyum malu dan ada juga diantara mereka dengan percaya dirinya menampikan formasi gigi ompong mereka di depan kamera. Selang beberapa menit, seseorang memasuki ruangan itu yang kutahu perwakilan dari yayasan tersebut dengan perawakan yang dewasa, duduk bersebelahan dengan perwakilan panitia aktivitas kami. Tak membutuhkan waktu lama aktivitas yang telah kami siapkan pun di laksanakan. Sambutan-sambutan yang terkadang membuat kami jenuh, saritilawah yang membuat sebagian dari kami mengambil hikmahnya , dan tak lupa pembacaan ayat suci Al-Qur’an yang hikmat membuat kami semua terdiam, merenungkan setiap lafaz yang dikeluarkan sahabat kami, begitu menyentuh.

Sambutan-sambutan yang menurut kami sangat memakan banyak waktu selesai dengan sangat cepat mungkin,tapi percayalah sambutan-sambutan itu membuatku tidak tahan. Acara inti lah yang membuat ku sabar menunggu. Dan hasilnya aktivitas yang telah kami nantikan dimulai, pertama kami mencoba tuk berinteraksi dengan mereka, malaikat- malaikat kecil dengan senyum malu-malunya. Lalu dengan alat musik seadanya kami mencoba tuk menghibur mereka, gitar hanya itu yang kami bawa.Petikan gitar memulai intro dari lagu yang menjadi soundtrack sebuah film yang berlatar belakang di Bangka Belitung menggema di seluruh ruangan.Tak perlu ku jelaskan judul lagu itu pasti kalian dengan praktis mengetahuinnya bukan. Ada dikala dimana ketika seseorang mendengarkan sebuah lagu, ia terdiam, otaknya seakan memutar sebuah memori, hati nya seakan terenyuh mendengar lantunan lagu itu.Ku tahu ini terdengar klise tapi itu lah yang ku rasakan. Lagu dari band siKriting itu membuat kutersadar bahwa ‘Menari dan terus tertawa. Walau dunia ini tak seindah surga. Bersyukurlah pada yang Kuasa.’Dan dikala itu, di aula sederhana sebuah panti, dan bersama belum berakal balig cukup akal dengan raut muka senang ku mulai berpikir mengenai kebahagiaan,dan bersyukur itu sendiri.

Tak terasa, jam aula itu mengambarkan pukul lima sore, yang membuktikan bahwa aktivitas yang telah kami susun berakhir. Yang artinya kami harus berpisah dengan mereka, jujur kami masih belum puas bermain bersama mereka. Tapi ada saatnya kau tahu kata berpisah itu sendiri, seseorang pernah berkata bahwa ‘I believe that we meet again, but in another condition’. Dan dikala itu pula kupercaya bahwa suatu dikala kami akan bertemu lagi, kemudian sebelum kami melagkah kan kaki keluar dari aula, guru kami berkata”ayo foto dulu, tolong juga spanduknya di foto semoga terlihat”. Sebuah senyum muncul diwajah mereka dikala blitz mengenai wajah mereka, kemudian seseorang berkata” satu, dua, tiga say aaa” dengan sedikit lantang, mau tak mau kami mengikuti instruksi orang itu. Begitu menyenangkan, dan tentunya itu yaitu penutup dari aktivitas yang telah kami susun. Kami pulang, sementara ku lihat mereka berjalan ke sebuah pondok berlantai dua, belum lama kami berjalan seorang anak berkata”teh makasih yaa” dengan senyum mengembang dipipinya, senyum itu pun tertular kepada kami, dan dengan cepat kami berkata” iya sama- sama dek”. Pulang, kami pulang tetapi bagiku sebagian dari diriku masih tertinggal di aula sederhana itu. Otak ini seakan memutar lagi memori beberapa jam yang lalu, celotehan-celotehan dari mereka masih lah menggema di indera pendengaran ku. Sampai ku sadar makna semua yang kulakukan dengan mereka.

Mungkin benar dunia ini hanya sementara. Mungkin benar kebahagiaan di bumi ini hanya lah semu. Tapi ku tahu dengan praktis setiap orang mampu merasakan bahagia, tapi begitu sulit tuk bersyukur. Dan hal itu terjadi pada ku,diri sendiri.Begitu praktis mendapatkan kebahagiaan tapi sulit rasanya tuk bersyukur kepadaNya. Tetapi dikala ku lihat mereka, kolam diturunkan dari gedung tertinggi di dunia,Burj Khalifah. Seakan-akan ditampar oleh kehidupan ini ku lihat mereka dengan tampilan yang sederhana tersenyum melihat kami memberi sedikit kebaahagiaan. Saat itu pulalah makna bersyukur tertanam di hati ini.

Hidup ini memang sulit,kau harus tumbuh, berkembang,mengikuti perkembangan teknologi yang tak berujung. Tapi satu hal yang kuingat dikala melihat mereka.

’Love like you’ll never be hurt. Sing like there’s nobody listening, And live like it’s heaven on earth’-William W.Purkey. 

Itulah yang kurasakan dikala bersama mereka malaikat-malaikat kecil, dengan senyum manisnya. Rasanya begitu menyenangkan, Rasanya mirip kau mendapatkan sebuah lotre dengan hadiah yang banyak orang-orang inginkan . Tak ternilaikan sama sekali meskipun kau menjadi orang terkaya di Asia ini. Dan dikala itulah ku sepakat dengan sebuah pepatah yang berkata ‘bahagia itu sederhana’, tak perlu kau habiskan beribu-ribu rupiah atau dolar sekalipun.


“It does not matter how long you are spending on the earth,how much money you have gathered or how much attention you have received. It is the amount of positive vibration you have radiated in life that matter”- Amit Ray



Anttention: Just wanna people to know about one of the best my experience



Ada saatnya dimana kau tak akan melupakan satu kenangan yang, kau tahu campur aduk. Saat itu seorang anak bernama,Caca berceloteh ria dihadaapan ku. Tak habis-habisnya bahan obrolan yang keluar dari bibir mungilnya, ku lihat beberapa temannya sedikit jengkel tapi ia benar-benar tidak peduli.Saat itu responku hanya beberapa kata disertai senyum yang tak menghilang. Sampai dikala itu tiba, ku tahu ini mungkin mirip dikala engkau sedang menonton serial drama dimana aktor baik itu kehabisan kata tuk bicara dan menggaruk lehernya yang tak gatal sama sekali.

Anak itu, dengan gigi ompongya berkata, teteh punya adek atau kaka, gimana rumah teteh. Pasti rame ya?”.

Biasanya orang-orang menanyakan perkataan tersebut akan ku jawab dengan lancar, tapi tidak tuk dikala itu. Ini lebih sulit daripada dikala kau mencar ilmu tuk mengerti apa itu fungsi tubuh kita. Otakku terus berpikir kata-kata apa yang akan kukeluarkan, tetapi kau tahu sendiri disaat seseorang dalam keadaan yang membingungkan sekalipun bahaya otak, hati, logika mereka tidak bekerja dengan baik.Itulah diriku, sampai ku jawab pertanyaan itu

”teteh ga punya adik atau kaka kayak kalian, kalian kan banyak adik kakanya. Teteh anak tunggal, soal rumah, rumah teteh sepi orangtua teteh sibuk dek jikalau rumah kalian pasti rame ya kan?” dengan sedikit pelan.

Kau tahu kan mengapa kujawab dengan pelan. Hingga hasilnya anak itu berujar lagi”oh gitu yaa, iya teh jikalau disini rame.....” , jujur anak itu sangat lah bawel bahkan sebagian dari celotehannya sedikit membuat ku tak mengerti. Tapi percayalah berbincang dengan mereka membuat ku tahu arti semua ini, bahagia, juga bersyukur.

Satu yang kuharapkan tuk mereka,setelah ku melangkah pergi dari aula tersebut ‘life your dream and never wake up’ Liam Payne

Belum ada Komentar untuk "Catatan Dari Bakti Sosial : The Simple Of Happiness"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel