Teori Berguru Pembelajaran Matematika Di Sekolah

Teori Belajar Pembelajaran Matematika Di Sekolah Teori Belajar Pembelajaran Matematika Di SekolahAada beberapa teori berguru yang bisa diterapkan dalam pembelajaran matematika disekolah. Sebelum kita kepada teori belajar, coba kita simak sedikit tentang dua paradigma pembelajaran, yakni paradigma instruktivisme, dan paradigma konstruktivisme.

Paradigma konstruktivisme memandang bahwa matematika sebagai acara insan (human activity) yang fallible (bisa salah), bukan kumpulan struktur yang benar absulut yang eksternal terhadap manusia. Kebenaran matematika maupun kebenaran obyek matematika harus diwujudkan sebagai hasil konstruksi atau cara mengkonstruk. Ini berarti bahwa konstruksi matematika diharapkan untuk menghadirkan kebenaran atau keberadaan sebagai penolakan terhadap cara pembuktian menurut kontradiksi.

Konstruktivisme memegang teguh pendapat bahwa setiap dunia pengalaman bergantung pada konteks dan bersifat unik dan tidak bisa diakses oleh individu lainnya. Jadi dunia pengalaman bukanlah konklusi menurut data-data empirik, tetapi suatu keahusan epistimologi yang apriori (Akbar Suta -wijaya, 2002:357).

Piaget, salah satu tokoh konstruktivisme mengemukakan bahwa perkembangan kognitif bukanlah merupakan akumulasi dari kepingan informasi yang terpisah, namun lebih merupakan pengkonstruksi-an suatu kerangka mental oleh siswa untuk memahami lingkungan mereka, sehingga siswa bebas membangun pemahamannya sendiri (Asikin, 2003:6).

Prinsip-prinsip dalam pembelajaran yang berpaham konstruktivisme diantaranya sebagai berikut:
  1. Pengertian dibangun oleh siswa sendiri baik secara personal maupun sosial,
  2. Pengetahuan tidak sanggup dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa itu sendiri untuk bernalar,
  3. Siswa aktif mengkonstruksi terus menerus sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah,
  4. Guru sekadar membantu menyediakan sarana dan situasi semoga proses konstruksi siswa berjalan mulus sesuai dengan kemampuan siswa.
Ciri-ciri pembelajaran matematika secara konstruktivisme, sebagai berikut.
  1. Siswa terlibat secara aktif dalam belajarnya,
  2. Siswa berguru materi matematika, secara bermakna,
  3. Siswa berguru bagaimana berguru itu,
  4. Informasi gres harus dikaitkan dengan informasi sebelumnya sehingga menyatu dengan skemata yang telah dimiliki siswa,
  5. Orientasi pembelajaran ialah investigasi dan penemuan,
  6. Berorientasi pada pemecahan masalah.
Belajar matematika, tidak sekadar learning to know, melainkan harus ditingkatkan menjadi learning to do, learning to be, hingga learning to live together.

Filosofi pengajaran matematika perlu diperbaruhi secara mendasar menjadi pembelajaran matematika. Terjadi pergeseran paradigma dalam proses pembelajaran matematika, yaitu:
  1. Dari teacher centered menjadi learner centered,
  2. Dari teaching centered menjadi learning centered,
  3. Dari content based menjadi competency based,
  4. Dari product of learning menjadi process of learning,
  5. Dari summative evaluation menjadi formative evaluation.

TEORI BELAJAR UNTUK PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Teori Belajar Piaget.
Manusia tumbuh menyesuaikan diri dan berubah melalui perkembangan fisik, kepribadian, emosional, kognitif, berpikir dan bahasa. Pengetahuan tiba dari tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar tergantung pada seberapa jauh anak berinteraksi dengan lingkungan (Sofianto A N, 2003:6).

Perkembangan kognitif insan melalui 4 (empat) tahap secara berurutan, yakni:
1) tahap sensori motorik,
2) tahap pra-operasional,
3) tahap operasi kongkrit, dan
4) tahap operasi formal.

Menurut Piaget, struktur kognitif yang dimiliki seseorang itu karena proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi ialah proses menerima informasi dan pengalaman gres yang pribadi menyatu dengan struktur mental yang sudah dimiliki seseorang. Sedangkan fasilitas ialah proses menstruktur kembali mental sebagai balasan adanya informasi dan pengalaman gres tadi. Informasi dan pengalaman yang disebut pengetahan, menurut Piaget bukanlah suatu klise realitas, melainkan rekonstruksi dari realitas. Adaptasi oleh Piaget, tediri dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi.

Perkembangan intelektual dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni:
a. Kematangan merupakan proses pertumbuhan psikologis dari otak dan sistem syarat.
b. Transmisi sosial
c. Penyetimbang (equillibrition) merupakan proses adanya kehilangan stabilitas di dalam struktur mental sebagai balasan pengalaman dan informasi gres dan kembali setimbang melalui proses asimilasi dan akomodasi

Teori Belajar Gagne.
Belajar merupakan proses yang memungkinkan insan memodifikasi tingkah lakunya secara permanen, sedemiian hingga modifikasi yang sama tidak akan terjadi lagi pada situasi baru. Kematngan bukanlah belajar, alasannya ialah ialah perubahan tingkah laku yang terjadi, dihasilkan dari pertumbuhan struktur dalam diri insan itu.

Belajar terjadi bila individu merespon terhadap stimulus yang datangnya dari luar, sedangkan kematangan datangnya memang dari dalam diri orang itu. Perubahan tingkah laku yang tetap sebagai hasil berguru harus terjadi bila orang itu berinteraksi dengan lingkungan.

Dalam keterampilan intelektual, Gagne mengurut delapan tipe berguru sebagai berikut:
1. Belajar sinyal / isyarat
2. Belajar stimulus respon
3. Belajar rangkaian
4. Belajar asosiasi
5. Belajar diskriminasi
6. Belajar konsep
7. Belajar aturan
8. Belajar pemecahan masalah


Teori Belajar Ausubel
Belajar dikatakan bermakna (meaningfull) bila informasi yang akan dipelajari akseptor didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya sehingga sanggup mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya.

Entitas fakta dan generalisasi lebih siap dipelajari dan diserap oleh siswa bila fakta-fakta dan generalisasi itu dikaitkan ke kerangka yang lebih inklusif dari pengetahuan yang bermakna. Hierarkhi Ausubel dari yang lebih inklusif ke yang sederhana.

Kegiatan berguru dengan peneluan maupun dengan ceramah, sanggup menghasilkan berguru bermakna bagi siswa. Untuk mengajarkan konsep persamaan kuadrat, harus disiapkan dahulu pengertian persamaan sebagai konsep yang lebih inklusif dalam struktur kognitif siswa, semoga berguru menjadi bermakna.

Tugas-tugas yang diberikan kepada siswa harus sesuai dengan struktur kognitif dan harus sesuai dengan tahap perkembangan intelektual siswa tersebut. Perlu dibedakan antara struktur kognitif siswa dan tahap perkembangan intelektual siswa.

Teori Belajar Polya
Polya sangat mendukung terhadap pembelajaran menggunakan pemecahan masalah. Menurut Polya, dibedakan antara 1) kasus ”menemukan”, dan 2) kasus ”membuktikan”.

a. Pengetian masalah.
Suatu situasi ialah kasus bagi seseorang, jikalau ia sadar akan situasi itu, tahu bahwa hal itu membutuhkan suatu tindakan, ia mau dan perlu bertindak dan melakukan tindakan dan situasi tu tidak segera sanggup dislesaikan dengan aturan/ cara tertentu. Jadi tidak setiap situasi atau soal/ dilema merupakan masalah. Masalah ialah dilema yang khusus. Suatu dilema dikatakan masalah, jikalau memenuhi kriteria sebagai berikut.
  1. Tidak dimilikinya aturan/cara yang segera sanggup digunakan untuk menyelesaikannya, artinya tidak sanggup dikerjakan dengan mekanisme rutin
  2. Tingkat kesulitannya sesuai dengan struktur kognitif
  3. Ada kesadaran untuk bertindak menyelesaikan

b. Langkah-langkah pemecahan masalah.
Langkah-langkah pemecahan kasus menurut Polya, sebagai berikut.
1. Memahami masalah.
2. Merencanakan penyelesaian,
3. Menyelesaikan masalah,
4. Melakukan pengecekan

Ada 5(lima) langkah umum dalam model pemecahan masalah, yaitu:
1. Menyajikan kasus dalam bentuk umum,
2. Menetapkan kasus dalam bentuk yang lebih operasional,
3. Merumuskan kemungkinan hipotesis dan prosedurnya,
4. Menguji hipotesis dan mekanisme menuju suatu penyelesaian masalah.
5. Menganalisis dan menguji penyelesaian pemecahan masalah.

Teori Belajar Brunner
Brunner mengemukakan teori konektivitas, yang menyatakan bahwa acara berguru suatu konsep, struktur, dan keterampilan sanggup dihubungkan dengan konsep dan struktur lain. Belajar matematika ialah berguru tentang konsep-konsep dan struktur-struktur yang terdapat dalam materi yang dipelajari serta mencari kekerabatan antara konsep-konsep dan struktur-struktur (Herman Hudoyo, 1998:58).

Peserta didik harus menemukan keteraturan dengan cara memanipulaso material yang berhubungan dengan keteraturan intuitif yang sudah dimiliki akseptor didik.
Menurut Brunner, perkembangan mental siswa mengalami 3 (tiga) tahap, yakni:
  1. Tahap enactive, yakni tahap memanipulasi obyek langsung.
  2. Tahap ikonic, tidak memanipulasi pribadi obyek, melainkan sanggup memanipulasi dengan menggunakan gambaran dari obyek
  3. Tahap simbulik, tahap memanipulasi simbul-simbul, tak perlu mengkaitkan secara pribadi dengan obyek.
Brunner, mengemukakan 4 (empat) teori/teorema belajar, yakni:
1. Teorema Konstruksi,
2. Teorema notasi
3. Teorema perbedaan dan variasi,
4. Teorema konektivitas.

Teori Belajar Vigotsky
Pembelajaran terjadi apabila siswa berguru atau bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun peran itu masih berada dalam zone of proximal development, yaitu tempat tingkat perkembangan struktur kognitif seseorang saat ini.

Teori Belajar ini masih disajikan dengan secara singkat dan masih berpeluang kita diskusikan pada diskusi berikutnya.

Video pilihan khusus untuk Anda 😊 Contoh Proses Belajar Mengajar yang dianjurkan pada Kurikulum 2013;
Teori Belajar Pembelajaran Matematika Di Sekolah Teori Belajar Pembelajaran Matematika Di Sekolah

Belum ada Komentar untuk "Teori Berguru Pembelajaran Matematika Di Sekolah"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel