Dilema Kurikulum Pendidikan Di Indonesia Rabu, 19 Juni 2019 Tambah Komentar Edit Kurikulum Pendidikan di Indonesia yang telah mengalami banyak perubahan sejak tahun 1947 sampai dengan sekarang 2013, dimana tahun ini juga menjadi tonggak baru di dunia pendidikan Indonesia lantaran direncanakan akan diberlakukannya kurikulum baru mulai tahun pelajaran 2013/2014 semester ganjil. Sebagai seorang guru, orang tua, dan masyarakat yang cinta akan Indonesia, saya sangat mengharapkan perubahan yang lebih baik di kurikulum pendidikan Indonesia. Kenapa perubahan Kurikulum Pendidikan di Indonesia penting? Para mahir sudah memperlihatkan pendapat mereka kenapa perubahan kurikulum di Indonesia sangat di perlukan, tetapi saya tidak menulis apa yang mereka katakan. Saya hanya coba menuliskan apa yang baru saya lihat dimana seorang bapak menemani anaknya mengerjakan peran dari sekolah dan anaknya sekarang duduk di kelas 2 Sekolah Dasar. Sewaktu sang bapak mendampinginya belajar, si bapak merasa berdosa lantaran ia sudah menumbuhkan benih-benih untuk korupsi dan berbohong di dalam diri anaknya. Kenapa hal itu mampu terjadi?, mari kita olah TKP. Anaknya yang duduk di kelas 2 SD pulang kerumah dengan semangat membawa peran dari gurunya, ialah peran Matematika. Dia tidak pribadi mengerjakan tugasnya tetapi ia menunggu papanya pulang dari sekolah yang juga seorang guru Matematika. Setelah papanya pulang, si anak memperlihatkan peran yang harus dikerjakan kepada papanya, oh hanya satu saja soalnya kata papanya ya sudah kerjakan lanjutnya lagi. Pertanyaan di buku itu yang harus dikerjakan ialah "Ukurlah benda-benda disekitarmu. Gunakan jengkal dan depa tanganmu. Kemudian tuliskan risikonya pada tabel berikut. [di buku ada tabelnya]" Lalu anaknya menuliskan benda-benda disekitarnya yang mampu diukurnya dengan jengkalnya, mulai dari meja makan, buku, kursi, lemari buku, kulkas dan lemari pakaian. Mulailah si anak mengukur satu persatu barang-barang yang dilihatnya dengan menggunakan ukuran jengkal, dikala si anak mengukur bukunya si anak memanggil papanya lantaran ia menemukan satu masalah. Terjadilah percakapan antara bapak dan anaknya sebagai berikut: Anak: pa.. berapanya lebar buku ini? Bapak: ya ukurlah dengan jengkal mu. Anak: Lihat ini pa.. [langsung mempraktekkan mengukur bukunya] panjangnya kan dua jengkal, tapi lebarnya ini ha.....[tangannya mengukur lebar buku, ternyata lebar buku lebih dari satu jengkal dan tidak sampai dua jengkal atau satu setengah jengkal] Bapak: Ya sudah tulislah lebarnya satu setengah jengkal. Anak: gimana pa.. menulis setengah Bapak: ...[tersadar anaknya masih kelas 2 SD belum mengenal atau berguru wacana pecahan, untuk mempersingkat permasalahan jadinya si bapak mengambil kesimpulan] ya sudah buat saja lebarnya 2 jengkal. Anak: tidak apa-apa itu pa.. Bapak: tidak [si anak terus mengerjakan tugasnya sapmpai selesai] Nah itulah kejadian sederhana antara bapak dan anak dimana si bapak sudah mengajarkan si anak untuk berbohong dan korupsi [Berbohong: Anak mengukur satu setengah jengkal ditulis dua jengkal dan Korupsi: seharusnya satu setengah jadi dua] Siapa yang salah? Saya tidak jawab secara pribadi yang salah ialah si bapak atau yang salah ialah kurikulumnya, hanya sekedar gambaran akan keadaan kurikulum kita yang masih perlu perbaikan disemua aspek termasuk buku-buku pelajaran. Saya juga berharap jikalau nanti si anak sudah besar dan membaca gesekan pena ini ia mengerti kenapa bapaknya mengambil kesimpulan mirip diatas dimana si bapak tidak ada niat untuk menumbuhkan benih yang tidak baik dalam dirinya. permasalahan diatas masih sederhana, duduk perkara yang lebih kompleks lagi wacana kurikulum pendidikan kita ada di kursi SMA, dimana pelajaran Matematika dengan Fisika yang seharusnya saling mendukung di pelaksanaanya tetapi tidak di dukung oleh kurikulum. Banyak materi atau pokok bahasan di matematika yang sudah dipakai penerapannya di fisika tetapi belum dipelajari di pokok bahasan matematika sesuai kurikulum [misal: trigonometri yang sudah diterapakan di fisika semester ganjil tetapi di matematika di pelajari semester genap, begitu juga untuk turunan dan integral]. Akibatnya guru fisika kesulitan menerapkan hukum-hukum fisikanya lantaran matematikanya belum dipahami oleh peserta didik. Harapan di Kurikulum 2013 nanti memperhatikan permasalahan-permasalahan mirip diatas untuk perbaikan. Sistem pendidikan yang diterapkan sekarang ini masih perlu dilakukan perbaikan, mari kita simak bagaimana cara kreatif meminta perbaikan sistem pendidikan; Bagikan Artikel ini
Belum ada Komentar untuk "Dilema Kurikulum Pendidikan Di Indonesia"
Posting Komentar