Jangan Masuk S-1 Itb, Jika
Jangan masuk ITB, gesekan pena yang mungkin secara sengaja di share oleh teman, saudara sekaligus sahabat yang juga merupakan alumni ITB pada status sosial medianya. Sedikit tertarik melihat judulnya, kemudian saya langsung masuk ke link yang dituju dan ternyata gesekan pena tersebut juga gesekan pena seorang alumni ITB jurusan Farmasi [*bacanya di https://ssemuaadadisini.blogspot.com/search?q=25/jangan-masuk-s-1-itb-545797].
Pengalaman-pengalaman dari alumni universitas (bukan hanya ITB) sangat penting di bagikan lantaran yaitu sangat dibutuhkan oleh siswa-siswa kelas XII SMA, paling tidak anak-anak kelas XII SMA mampu gambaran sederhana bagaimana tolong-menolong kuliah di universitas. Untuk gesekan pena kali ini bagaimana gambaran sederhana bagaimana kuliah di kampus favorit yaitu ITB, mari kita simak ceritanya;
Sebentar lagi ada ujian nasional dan seleksi nasional masuk akademi tinggi tinggi negeri, anak-anak SMA kelas 12 mungkin banyak yang ingin masuk kampus-kampus favorit ibarat UGM, ITB atau UI, sama ibarat 6 tahun kemudian dikala saya kelas 12 SMA. Saat itu dalam memilih kampus, yang terpikir di otak saya cuma 2, saya suka pelajaran apa dan dimana yang passing gradenya paling tinggi, kenapa paling tinggi? lantaran yaitu asumsi saya, jikalau saya masuk di grade paling tinggi di Indonesia, maka akan simpel mencari kerja.
Karena saya suka pelajaran kimia, kebetulan juga alumni olimpiade kimia maka saya memilih tiga aktivitas studi yang sangat berhubungan dengan kimia, yaitu teknik kimia, farmasi dan kimia [murni]. Saya coba-coba cari informasi, di bimbingan belajar, di situs online dan sebagainya, ternyata ketiga aktivitas studi itu passing grade paling tingginya semua ada di ITB. Singkat dongeng saya masuk farmasi ITB, lulus S-1 4 tahun 3 bulan kemudian pendidikan profesi setahun. Ini sekilas gambaran yang mungkin juga dihadapi oleh adik-adik yang dikala ini akan masuk akademi tinggi tinggi.
Saya akan lebih banyak dongeng sesuai judul, ini dongeng dikala saya dan beberapa sahabat alumni kumpul, ada yang sudah kerja di oil & gas company, ada yang bisnis, ada yang S-2, ada yang kerja di bidang programming dan sebagainya. Teman saya yang S-2 cerita, bahwa perbandingan dikala ia kuliah S-2 dengan S-1 di ITB beda jauh, sama-sama di ITB, namun dengan effort berguru yang sama sekarang IPK nya selalu tinggi, mendekati 4, berbeda dikala ia dulu S-1 di matematika, mendapatkan IP 3 itu butuh perjuangan berat, memang S-2 & S-3 di ITB kualitasnya masih jauh dibanding S1. ITB sendiri saja tidak mau mendapatkan dosen kalau S-3 nya masih di ITB.
Lalu ada satu lagi sahabat yang bercerita, ia punya sahabat anak kimia ITB dulunya, dikala di ITB IP-nya hanya sekitar 2 koma, padahal ia dulu lulusan terbaik di SMA nya. Lalu anak ini pindah ke teknik mesin suatu kampus negeri di depok dan sampai dikala ini IPKnya 4 bulat!. Saya pun punya cerita, ada dua sahabat saya yang juga lulusan terbaik di SMA nya, satu orang dari cirebon, ia dulu peraih medali perunggu olimpiade sains nasional, satu lagi anak lampung, peringkat 31 olimpiade sains nasional, namun sayang kedua sahabat saya ini DO [Drop Out] dari ITB.
Adik kandung saya juga aneh, ia ikut SNMPTN 2 kali dan keduanya tidak diterima di ITB, pada alhasil ia memilih kampus negeri lain di Bandung dan ternyata IPKnya mendekati 4. Ini segelintir contoh, ada tolong-menolong acuan yang sukses juga, sahabat saya yang sudah lulus dari ITB lebih simpel memang hidupnya, ada yang S-2 di jepang, belanda, jerman, kerja di pertamina, unilever, cevron, biofarma, bisnis dsb.
Apa yang ingin saya pesankan kepada adik-adik yang ingin masuk akademi tinggi tinggi? masuk akademi tinggi tinggi bukan duduk perkara gengsi atau kebanggaan semata, aktivitas studi dan universitas yang akan kita masuki harus sesuai dengan minat, potensi dan passion kita. Khususnya di ITB, lantaran yaitu jumlah mahasiswa yang diterima disini jauh lebih sedikit dibanding universitas lain dan aktivitas studinya hampir semua IPA, maka persaingan pun ketat.
Sampai mampu masuk pun belum tentu sukses, banyak acuan anak-anak yang dulu lulusan terbaik di SMA nya, juara olimpiade sains dan sebagainya, namun tidak sampai mampu lulus. Bukan lantaran yaitu bodoh, namun lantaran yaitu memang persaingan, lingkungan dan dosen yang ketat. Jangan heran bila kamu yang sekarang paling berakal di SMA, nanti pernah tidak lulus satu atau dua mata kuliah dan harus mengulang.
Pesan saya, jangan masuk S-1 ITB, jikalau memang tidak siap untuk bekerja keras.
Begitulah dongeng salah satu alumni ITB dan untuk alumni yang lain punya dongeng yang berbeda, kita tunggu gesekan pena dari alumni universitas-univeritas [bukan hanya ITB] yang ada di Indonesia ini untuk generasi emas Indonesia.
Video pilihan khusus untuk Anda 💗 Bagaiamana kisah sukses Cristiano Ronaldo mampu kita jadikan pelajaran yang berharga, mari kita simak;
Belum ada Komentar untuk "Jangan Masuk S-1 Itb, Jika"
Posting Komentar