Cerita Inspiratif: Anakku Yang Ranking Ke-23 Dari 25 Anak

 dengan panjang lebar sampai ratusan kata bahkan sampai ribuan kata hanya dalam hitungan  Cerita Inspiratif: Anakku yang Ranking ke-23 dari 25 AnakCukup dengan memberikan hastag #StatusCopas kita sudah mampu mengisi "apa yang Anda pikirkan" dengan panjang lebar sampai ratusan kata bahkan sampai ribuan kata hanya dalam hitungan 5 sampai 10 detik. Status copy paste yang akan kita bagikan atau simpan disini juga ialah status dari apa yang dipikirkan oleh teman-teman di facebook. Kita simpan dengan baik sebagai catatan bagi para insan pendidik dan terkhusus bagi orangtua.

Sebelumnya catatan yang sangat baik dan sangat berhubungan dengan catatan berikut ini, yaitu perihal Hasil Belajar Anak: Nilai Raport Atau Ranking Bukanlah Hal Yang Utama.

Catatan yang kita sharing-kan disini perihal bagaimana seorang ibu yang menceritakan anak perempuannya yang selalu mendapatkan ranking ke-23 dari 25 anak. Memang di kelas tersebut masih ada ranking 24 dan ranking 25 tetapi alasannya yaitu ranking 23 selalu jatuh pada anak perempuan mereka setiap kenaikan kelas sehingga lambat laun ia dijuluki dengan panggilan nomor ini.

Sebagai orangtua, siapapun pasti tidak senang atau tidak suka jikalau anak mereka dipanggil dengan pangilan yang kurang yummy didengar. Tetapi meskipun dipanggil ibarat itu si anak tidak merasa keberatan dengan panggilan itu. Jadi, jikalau teman-teman di sekolahnya akan memanggil ia dengan panggilan itu, ia tidak akan keberatan, tetap membalaa pangilan temannya dengan baik dan sopan.

Pada suatu saat pada sebuah jadwal keluarga besar, kami berkumpul bersama di sebuah restoran. Topik pembicaraan semua orang ibarat umumnya keluarga besar berkumpul ialah perihal pendekar mereka masing-masing. Disini pendekar keluarga ialah anak-anak. Anak-anak ditanya apa harapan mereka kalau sudah besar? Ada yang menjawab jadi dokter, pilot, arsitek, polisi bahkan presiden. Semua orangpun bertepuk tangan. Anak perempuan kami terlihat sangat sibuk membantu anak kecil lainnya makan. Semua orang tiba-tba teringa kalau kalau hanya anak perempuanku saja yang belum mengutarakan cita-citanya.

Karena semua menanaykan dan didesak oleh orang banyak, alhasil ia menjawab:
"Saat saya dewasa, cita-citaku yang pertama ialah menjadi seorang guru Taman Kanak-kanak (Taman Kanak-kanak), memandu belum remaja menyanyi, menari kemudian bermain-main".

Hanya alasannya yaitu subuah kesopanan, keluarga dan semua orang tetap memberikan tepuk tangan dan pujian, kemudian menanyakan apa cita-citanya yang kedua. Diapun menjawab :
“Saya ingin menjadi seorang ibu bagi belum remaja saya nantinya, mengenakan kain celemek bergambar Doraemon dan memasak di dapur, kemudian membacakan dongeng untuk anak-anakku dan membawa mereka ke teras rumah untuk melihat bintang”.

Kami semua keluarga besar saling pandang tanpa tahu harus berkata apa. Raut muka suamiku menjadi canggung sekali. Sepulangnya kami kembali ke rumah, suamiku mengeluhkan ke padaku, apakah saya akan membiarkan anak perempuan kami kelak hanya menjadi seorang guru TK?
Anak kami sangat praktis diatur dan penurut, sekarang ia tidak lagi membaca komik, tidak lagi membuat origami, tidak lagi banyak bermain.

Bagaikan seekor burung kecil yang kelelahan, ia ikut les berguru sore dan les berguru malam hari sambung menyambung, buku pelajaran dan buku latihan dikerjakan terus tanpa henti. Sampai tiba waktunya dimana tubuh kecilnya tidak mampu bertahan lagi, ia terserang flu berat dan radang paru-paru. Meskipunusaha yang dilakukan sepertinya sudah maksimal tetapi hasil ujian semesternya membuat kami tidak tahu mau tertawa atau menangis, tetap saja rangking 23. Kami sama ibarat orangtua lainnya yang sangat sayang pada anak, namun kami sungguh tidak tahu lagi bagaimana memahami akan nilai sekolahnya.

Pada suatu minggu kami ikut jadwal dari kantor, teman-teman sekantor mengajak pergi rekreasi bersama. Semua orang membawa serta belum remaja dan keluarga mereka. Sepanjang perjalanan penuh dengan canda dan tawa, ada anak yang bernyanyi, ada juga yang memperagakan kebolehannya. Karena anak kami tidak punya keahlian khusus ibarat belum remaja lainnya jadi hanya terus bertepuk tangan dengan sangat gembira. Dia sering kali lari ke belakang untuk mengawasi materi makanan.

Merapikan kembali kotak masakan yang terlihat sedikit miring, mengetatkan tutup botol yang longgar atau mengelap wadah sayuran yang meluap ke luar. Dia sibuk sekali tapi sepertinya juga senang, bagaikan seorang pengurus rumah tangga cilik. Ketika makan, ada satu bencana tak terduga. Dua orang anak lelaki sahabat kami, satunya si jenius matematika, satunya lagi andal bahasa Inggris berebut sebuah kue. Mereka berdua ngotot dan tidak ada yang mau melepaskannya, juga tidak mau saling membaginya. Para orang amis tanah membujuk mereka, namun tak berhasil. Terakhir anak kamilah yang berhasil melerainya dengan merayu mereka untuk berdamai.

Ketika pulang, jalanan macet. Anak-anak mulai terlihat gelisah. Anakku justru berani membuat guyonan dan terus membuat orang-orang semobil tertawa tanpa henti. Tangan kecilnya juga tidak pernah berhenti selalu melakukan pekerjaan-pekerjaan kecil, ia mengguntingkan berbagai bentuk hewan kecil dari kotak bekas tempat makanan. Pada saat ditujuan final bus untuk pulang kerumah masing-masing, saat turun dari kendaraan beroda empat bus, setiap orang mendapatkan guntingan kertas hewan shio-nya masing-masing. Mereka terlihat begitu gembira.

Selepas ujian semester, saya mendapatkan telpon dari guru wali kelas anakku. Pertama kali kabar yang saya mampu ialah kabar kalau rangking sekolah anakku tetap 23. Tetapi guru wali kelasnya memberikan bahwa ada satu hal gila yang terjadi. Hal yang pertama kali ditemukannya selama lebih dari 30 tahun menjadi guru dan mengajar. Dalam ujian bahasa ada sebuah soal tambahan, yaitu SIAPA TEMAN SEKELAS YANG PALING KAMU KAGUMI dan APA ALASANNYA.

Semua sahabat sekelasnya menuliskan nama : ANAKKU!

Teman-teman anakku satu kelasnya memberikan anakku sangat senang membantu orang, selalu memberi semangat, selalu menghibur, selalu yummy diajak berteman, dan banyak lagi. Ibu guru wali kelas memberi pujian: “Anak ibu ini kalau bertingkah laku terhadap orang, benar-benar nomor satu”.

Saya bercanda pada anakku, “Suatu saat kamu akan jadi pahlawan”
Anakku yang sedang merajut selendang leher dengan sigap menjawab : “Bu guru pernah memberikan sebuah pepatah, saat pendekar lewat, harus ada orang yang bertepuk tangan di tepi jalan.”

*“IBU... AKU TIDAK MAU JADI PAHLAWAN... AKU MAU JADI ORANG YANG BERTEPUK TANGAN DI TEPI JALAN”*
Aku terkejut mendengarnya. Dalam hatiku pun terasa hangat seketika. Seketika hatiku tergugah oleh anak perempuanku.

Di dunia ini banyak orang yang bercita-cita ingin menjadi seorang pahlawan. Namun Anakku memilih untuk menjadi orang yang tidak terlihat. Seperti akar sebuah tanaman, tidak terlihat, tapi ialah yang mengokohkan.

Jika ia mampu Sehat, jikalau ia mampu hidup dengan Bahagia, jikalau tidak ada rasa bersalah dalam hatinya, MENGAPA ANAK-ANAK KITA TIDAK BOLEH MENJADI SEORANG BIASA YANG BERHATI BAIK dan JUJUR

Mari sayangi anak kita dan kisah ini untuk guru dan orang amis tanah yang menyayangi Anaknya dan berusaha membuat hidup mereka lebih baik tetapi tidak memaksakan apa yang mereka inginkan pada belum remaja mereka.

Catatan orang amis tanah ini juga menjadi catatan yang baik kepada kita Bapak/ibu guru agar kita juga mampu melihat hal-hal faktual dari belum remaja yang kita didik di sekolah. Hal-hal baik yang mampu kita lihat bukan semata hanya alasannya yaitu belum remaja yang kita ajari mampu mendapatkan teorema-teoram ayng kita ajarkan dari bidang mata pelajaran yang kita ajarkan.

Oh iya... sampai saat ini saya juga masih mencari orangtua yang menuliskan kisah ini pertama kali dan mempublikasikan ukiran pena ini pada media sosial atau mungkin blog pribadi. Saya mau ucapkan terima kasih untuk ukiran pena inspiratifnya dan membuat di bawah ini nama penulisnya. Jika Anda mengetahuinya mohon infokan kepada saya, Terima Kasih.

Mari membuatkan hal-hal baik 💗 agar semakin banyak hal baik di lingkungan kita.

Video pilihan khusus untuk Anda 💗 Pesan Bapak Anies Baswedan saat menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, sangat menginspirasi untuk para guru;

 dengan panjang lebar sampai ratusan kata bahkan sampai ribuan kata hanya dalam hitungan  Cerita Inspiratif: Anakku yang Ranking ke-23 dari 25 Anak



Belum ada Komentar untuk "Cerita Inspiratif: Anakku Yang Ranking Ke-23 Dari 25 Anak"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel