10 Latar Belakang Dan Isi Perjanjian Giyanti

10 Latar Belakang dan Isi Perjanjian Giyanti - Perjanjian Giyanti merupakan kesepakatan yang terjadi antara pihak VOC Belanda dengan Pangeran Mangkubumi (Kesultanan Mataram). Perjanjian tersebut ditandatangani pada tanggal 13 Februari 1755. Isi perjanjian Giyanti membuat Kesultanan Mataram berakhir, baik secara de jure maupun de facto. Latar belakang perjanjian giyanti yakni pemberontakan sultan Mataram (Pangeran Mangkubumi) untuk memperoleh keuntungan pribadi dan bekerja sama dengan pihak VOC Belanda.
 Latar Belakang dan Isi Perjanjian Giyanti 10 Latar Belakang dan Isi Perjanjian Giyanti
Perjanjian Giyanti
Kesepakatan tersebut diberi nama perjanjian Giyanti karena ditandatangani di Desa Giyanti, Karanganyar sebelah tenggara atau lebih tepatnya di Desa Jantiharjo. Perjanjian tersebut membuat Mataram menjadi dua wilayah yakni sebelah barat dan sebelah timur. Untuk wilayah sebelah barat berpusat di Yogyakarta dan dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi selaku Sultan Hamengkubuwana I. Sedangkan untuk wilayah barat berada disekitar Sungai Opak dan dikuasai oleh pewaris Mataram ialah Sunan Pakubuwana III. Pada kesempatan kali ini saya akan menjelaskan ihwal latar belakang perjanjian Giyanti dan isi perjanjian Giyanti. Untuk lebih jelasnya mampu anda simak di bawah ini.

Latar Belakang dan Isi Perjanjian Giyanti

Pada pembahasan ini akan saya bagi menjadi dua sub hidangan ialah mengenai latar belakang perjanjian Giyanti dan isi perjanjian Giyanti. Saya akan menjelaskannya secara detail dan lengkap. Berikut ulasan selengkapnya:
Baca juga : Biografi Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Indonesia)

Latar Belakang Perjanjian Giyanti

Latar belakang perjanjian Giyanti bermula dikala terjadinya kesepakatan antara Kerajaan Mataram dengan pihak VOC Belanda. Pangeran Mangkubumi (Kesultanan Mataram) melakukan kesepakatan dengan Belanda demi keuntungan pribadinya. Bahkan ia juga melakukan pemberontakan terhadap orang orang yang melawan Kerajaan Mataram mirip Pangeran Sambernyawa.

Latar belakang perjanjian Giyanti tidak semata mata karena Pangeran Sambernyawa yang melawan Kerajaan Mataram. Perlawanan ini disebabkan karena Belanda memperlihatkan imbas tidak baik dalam intervensi Mataram. Bahkan karena imbas tersebut, pelaksanaan pergantian pemimpin Mataram harus atas persetujuan Belanda terlebih dahulu. Akibatnya banyak pemberontakan yang terjadi setelah wafatnya Sultan Agung.

Setelah beberapa bulan atau tepatnya pada tanggal 10 September 1754 terjadilah kesepakatan perjanjian Giyanti. Kesepakatan tersebut berlangsung secara tertutup antara Pangeran Mangkubumi dengan pihak VOC Belanda. Perundingan tersebut membahas ihwal ajuan gelar Sunan yang harus diberikan kepada Pangeran Mangkubumi serta terdapat pembagian wilayah di Mataram. Hal ini tentunya awal dari latar belakang perjanjian Giyanti. Namun ternyata pembagian wilayah yang diusulkan Belanda ditolak oleh Pangeran Mangkubumi. Selang setelah satu bulan, pihak VOC mendapat surat persetujuan dari Pakubuwono III yang berisi persetujuan Gubernur Jawa dan Mangkubumi. Hal ini kemudian dilanjutkan pada meja perundingan yang dinamakan dengan perjanjian Giyanti.

Berdasarkan latar belakang perjanjian Giyanti tersebut ternyata banyak sekali imbas yang dirasakan mirip banyak terjadi kerusuhan di tempat bekas Kerajaan Mataram dan adanya pemberontakan yang dilakukan Pangeran Sambernyawa terhadap Pakubuwono III. Tetapi pemberontakan tersebut mampu diatasi dan diberantas dalam waktu 2 tahun setelah perjanjian Giyanti.
Baca juga : Peran Indonesia Dalam Gerakan Non Blok Beserta Perwujudannya

Isi Perjanjian Giyanti

Perjanjian Giyanti ditandatangani oleh C Donkel, W. Fockens, W.V. Ossenbearch, dan N. Harlight, JJ. Steenmulder. Berikut beberapa isi perjanjian Giyanti:
  • Timbul kerjasama antara rakyat kekuasaan Belanda dengan rakyat kesultanan Mataram.
  • Bupati yang pernah memihak Belanda pada perang sebelumnya akan diampuni oleh Sri Sultan.
  • Sri Sultan tidak akan melakukan pemberhentian patih atau bupati sebelum disetujui oleh Belanda.
  • Pengangkatan Pangeran Mangkubumi sebagai Sultan Hamengkubuwono serta diberikan separuh wilayah dari Kerajaan Mataram.
  • Tidak adanya tuntutan hak Sri Sultan atas wilayah pesisir, mirip halnya tempat Madura.
  • Sebelum mengerjakan tugasnya, para patih dan bupati diharuskan untuk melakukan sumpah setia kepada Belanda.
  • Sri Sultan berjanji kepada Belanda bahwa ia akan menjual hasil makanannya dengan harga yang telah ditentukan sebelumnya.
  • Jika Paku Buwono mengalami kesusahan, Sri Sultan berjanji akan membantunya.
  • Sri Sultan juga berjanji akan selalu patuh atas segala hal yang telah ditentukan dalam perjanjian Mataram terdahulu.
Demikianlah penjelasan mengenai latar belakang perjanjian Giyanti dan isi perjanjian Giyanti. Pada dasarnya perjanjian ini tidak menguntungkan pihak Mataram. Namun membuat Mataram menjadi budak dari Belanda. Bahkan karena perjanjian tersebut Mataram menjadi runtuh karena wilayahnya terbagi menjadi dua bagian. Semoga artikel ini mampu menambah wawasan anda. Terima kasih.

Belum ada Komentar untuk "10 Latar Belakang Dan Isi Perjanjian Giyanti"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel