Matematika Alternatif Dapat Diadopsi
Penerapan Tergantung Sekolah. Pembelajaran Matematika di sekolah memungkinkan untuk digabung dengan metode pembelajaran alternatif yang banyak ditawarkan oleh berbagai lembaga kursus. Sekolah yang mengadopsi sistem itu tidak salah, bahkan sanggup dikatakan baik jikalau sesuai dengan kebutuhan anak didik.
Hal itu diungkapkan Kepala Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional Agung Purwadi, Kamis (23/10).
Seperti diwartakan sebelumnya, berbagai kursus Matematika, ibarat Kumon, Sakamoto, dan Jarimatika, menjamur dan banyak peminatnya. Lembaga-lembaga kursus tersebut memberikan berbagai model pembelajaran alternatif Matematika.
”Metode yang diajarkan oleh kursus-kursus tersebut tidak bertentangan dan boleh saja model yang baik diadopsi oleh sekolah untuk melengkapi proses pembelajaran mereka,” ujar Agung.
Terlebih lagi, pemerintah telah mendesentralisasikan pembelajaran ke satuan pendidikan atau sekolah dengan adanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Depdiknas hanya mengatur kompetensi standar.
”Bagaimana memberikan ”isi” agar murid mengerti itu, sepenuhnya diserahkan kepada guru dan sekolah,” katanya.
Kendala lainnya, terkadang model pembelajaran kreatif ketika diterapkan dan dimassalkan di sekolah malah sulit berjalan. Hal itu alasannya adalah tidak adanya dukungan dan apresiasi dari lingkungan kerja guru.
Dia mencontohkan, konsep Cara Belajar Siswa Aktif atau CBSA yang diperkenalkan sekitar tahun 1980-an. Setelah final pembinaan dan proyeknya, model tersebut sulit berjalan sebab kurangnya apresiasi dari sekolah dan pemerintah daerah. Ada pula beberapa proyek pembelajaran Matematika yang menyenangkan telah dilaksanakan dan bernasib serupa. ”Imbalan yang diterima para guru sesudah proyek tidak sama lagi. Itu tidak selalu berarti imbalan uang,” ujarnya.
Untuk itu, pemerintah giat menggerakkan Kelompok Kerja Guru di jenjang SD serta Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di jenjang SMP dan SMA guna menjalankan fungsi ”pelatihan sebaya”.
Ketua Asosiasi Guru Matematika Indonesia, Firman Syah Noor, sebelumnya memberikan melihat ada beberapa sistem anggun yang dikembangkan oleh lembaga kursus sebab mengarah ke pembentukan budi dan berpikir tingkat tinggi, ibarat analisis dan sintesa. Soal penerapannya di sekolah formal tergantung kepada kebutuhan sekolah dan murid.
Ada baiknya itu guru-guru diberi kepelatihan wacana matematika alternatif, sama halnya dengan dokter-dokter mencar ilmu wacana pengobatan alternatif. (kompas.com)
Video pilihan khusus untuk Anda 😊 Masih menganggap matematika hanya hitung-hitungan semata, mari kita lihat kreativitas siswa ini;
Hal itu diungkapkan Kepala Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional Agung Purwadi, Kamis (23/10).
Seperti diwartakan sebelumnya, berbagai kursus Matematika, ibarat Kumon, Sakamoto, dan Jarimatika, menjamur dan banyak peminatnya. Lembaga-lembaga kursus tersebut memberikan berbagai model pembelajaran alternatif Matematika.
”Metode yang diajarkan oleh kursus-kursus tersebut tidak bertentangan dan boleh saja model yang baik diadopsi oleh sekolah untuk melengkapi proses pembelajaran mereka,” ujar Agung.
Terlebih lagi, pemerintah telah mendesentralisasikan pembelajaran ke satuan pendidikan atau sekolah dengan adanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Depdiknas hanya mengatur kompetensi standar.
”Bagaimana memberikan ”isi” agar murid mengerti itu, sepenuhnya diserahkan kepada guru dan sekolah,” katanya.
Tidak terbiasa
Hanya saja, permasalahannya, guru belum terbiasa dan terlatih merancang silabus pembelajarannya sendiri. Termasuk mengombinasikannya dengan model-model pembelajaran kreatif lainnya.Kendala lainnya, terkadang model pembelajaran kreatif ketika diterapkan dan dimassalkan di sekolah malah sulit berjalan. Hal itu alasannya adalah tidak adanya dukungan dan apresiasi dari lingkungan kerja guru.
Dia mencontohkan, konsep Cara Belajar Siswa Aktif atau CBSA yang diperkenalkan sekitar tahun 1980-an. Setelah final pembinaan dan proyeknya, model tersebut sulit berjalan sebab kurangnya apresiasi dari sekolah dan pemerintah daerah. Ada pula beberapa proyek pembelajaran Matematika yang menyenangkan telah dilaksanakan dan bernasib serupa. ”Imbalan yang diterima para guru sesudah proyek tidak sama lagi. Itu tidak selalu berarti imbalan uang,” ujarnya.
Untuk itu, pemerintah giat menggerakkan Kelompok Kerja Guru di jenjang SD serta Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di jenjang SMP dan SMA guna menjalankan fungsi ”pelatihan sebaya”.
Ketua Asosiasi Guru Matematika Indonesia, Firman Syah Noor, sebelumnya memberikan melihat ada beberapa sistem anggun yang dikembangkan oleh lembaga kursus sebab mengarah ke pembentukan budi dan berpikir tingkat tinggi, ibarat analisis dan sintesa. Soal penerapannya di sekolah formal tergantung kepada kebutuhan sekolah dan murid.
Ada baiknya itu guru-guru diberi kepelatihan wacana matematika alternatif, sama halnya dengan dokter-dokter mencar ilmu wacana pengobatan alternatif. (kompas.com)
Video pilihan khusus untuk Anda 😊 Masih menganggap matematika hanya hitung-hitungan semata, mari kita lihat kreativitas siswa ini;
Belum ada Komentar untuk "Matematika Alternatif Dapat Diadopsi"
Posting Komentar