Pernikahan
I. PENDAHULUAN
Pernikahan (az-zawaj) menurut pengertian hebat hadis dan hebat fiqh yaitu perkawinan; dalam arti kekerabatan yang terjalin antara suami istri dengan ikatan hukum Islam, dengan memnuhi syarat-syarat dan rukun-rukun pernikahan, mirip wali, mahar, dua saksi yang adil, dan disahkan dengan ijab dan qabul.
Kata az-zawaj (pernikahan dan at-tazwij (menikahkan) sering digunakan dalam kekerabatan suami istri, serta kekerabatan yang timbul simpulan dampak individual dan kemasyarakatan. Nabi bersabda :
“Barang siapa yang telah memiliki kemampuan (menikah) maka menikahlah, karena menikah lebih menjaga pandangan dan memelihara kemaluan. (HR. Al-Bukhori dalam Kitab An-Nikah)”.
Menyegerakan menikah menjadikan seseorang bisa menjaga diri (‘iffah), merendahkan pandangan dari hal-hal haram, memungkinkan untuk mendidik belum dewasa dan mempersiapkan mereka dengan baik untuk kehidupan masa depan mereka.
Adapun menunda kesepakatan nikah sehingga mencapai usia tua, ia akan diliputi kekhwatiran, kemungkinan ia tidak bisa mendidik anak-anaknya karena kekuatannya telah melemah. Ia tidak bisa memenuhi kehidupan mereka dan memperbanyak pemenuhan kebahagiaan bagi keluarga mereka.
Jika keluarga yaitu fondasi umat, maka kesepakatan nikah merupakan fondasi keluarga. Dengan demikian, jelaslah pentingnya kesepakatan nikah dalam Islam.[1]
II. RUMUSAN MASALAH
A. Apa Pengertian Nikah ?
B. Bagaimana penjelasan Hadis Abu Hurairah wacana kategori pemilihan jodoh ?
C. Bagaimana penjelasan Hadis ‘Aisyah wacana nikah sebagai sunnah Nabi ?
D. Bagaimana Hadis Abdullah bin Mas’ud wacana tawaran untuk menikah ?
E. Bagaimana Hadist wacana Larangan membujang ?
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Nikah
Nikah secara bahasa artinya menggabungkan atau mengumpulkan dua hal menjadi satu. Sedangkan menurut istilah nikah yaitu kesepakatan perkawinan yang shahih. Atau kesepakatan yang mengakibatkan halalnya kekerabatan suami istri.
Berikut ini yaitu pengertian dan definisi perkawinan[2] :
a. UU PERKAWINAN NO.1 TAHUN 1974
Perkawinan yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang senang dan abadi menurut Ketuhanan Yang Maha Esa
b. MENURUT AGAMA ISLAM
Menurut Sayuti Thalib, SH (1974:47), menyatakan bahwa perkawinan ialah perjanjian suci untuk membentuk keluarga antara seorang pria dengan seorang perempuan.
c. MENURUT AGAMA KATOLIK
Perkawinan merupakan persatuan antara seorang pria dan seorang wanita, yang diberkati oleh Allah dan diberi kiprah untuk meneruskan generasi insan memelihara dunia.
d. MENURUT AGAMA KONGHUCU
Perkawinan yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang perempuan dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang senang dan melangsungkan keturunan menurut Ketuhanan Yang Maha Esa.[3]
B. Hadist Abu Hurairah wacana kategori pemilihan jodoh.
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَ عَنْ عُبَيْدِ اللهِ قَالَ حَدَّثَنِيْ سَعِيْدُ بْنُ بِيْ سَعِيْدٍ عَن اَبِيْهِ عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيّ صلَّي الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال تُنْكَحُ الْمَرْءَةُ لاَرْبَعٍ لِمَا لِهَا وَلِحَسَبِهَا َجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا فَا ظْفَزْء بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Telah menceritakan kepada kami dari Musaddad Telah menceritakan kepada kami dari Yahya dari Ubaidillah ia berkata Telah menceritakan kepada kami dari Sa’id bin Abu Sa’id dari Bapaknya dan dari Abu Hurairah RA. Dari Nabi SAW bersabda, perempuan itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, karena agamanya. Maka pilihlah karena agamanya, niscaya kau akan beruntung.” (Shahih Bukhori No. 4700)
1. Memilih Istri
Sunnah Nabi telah meberikan perhatian dalam memilih istri. Pada hadis Nabi yang mulia ini, Rasulullah membagi harapan pernikah dari segi tujuan pokok dalam kesepakatan nikah pada empat bagian:
a. Memilih istri dari segi kepemilikan hartanya; biar ia tergolong dari kekayaannya dan dengan itu ia terpenuhi segala kebutuhannya, atau biar sanggup membantu dan memecahkan kesulitan hidup yang bersifat materi dengan mengubah pandangan atas kewajiban kepemilikan harta dengan agama atau tanpa adanya kewajiban.
b. Memilih istri berdasar nasabnya; nasab istri dalam berbagai keadaan umum menjadi harapan banyak orang. Seperti seseorang yang berusaha mengambil manfaat dari nasab istri untuk kemuliaan serta ketinggian kedudukan dan sebagainya.
c. Memilih istri hanya menurut perasaan akan kecantikannya; dengan alasan bahwa dalam kesepakatan nikah mencakup kecantikan untuk bersenang-senang sehingga mendorong untuk menjaga diri dan tidak melihat perempuan-perempuan lain dan juga tidak melakukan perbuatan yang dibenci Allah.
d. Memilih istri karena agamanya.
2. Memilih Suami
Suami yang terpuji dalam pandangan Islam yaitu yang memiliki sifat-sifat kemanusiaan yang utama, sifat kejantanan yang sempurna, ia memandang kehidupan dengan benar, melangkah pada jalan yang lurus, ia bukanlah orang yang memiliki kekayaan, atau orang yang memiliki fisik yang baik dan kedudukan tinggi, dengan tanpa memberi dukungan dengan menyampaikan anugerah dan unsur yang baik.
C. Hadis ‘Aisyah wacana nikah sebagai sunnah Nabi
Pernikahan memiliki tujuan untuk mengharapkan keridhoanAllah SWT. Dalam Islam kesepakatan nikah merupakan sunnah Allah dan Rasulnya mirip yang tercantum dalam hadits berikut:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النِّكَاحُ مِنْ سُنَّتِيْ فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ وَتَزَوَّجُوْا فَإِنِّيْ مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْاَمَمَ وَمَنْ كَانَ ذَا طَوْلٍ فَلْيَنْكِحْ وَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَعَلَيْهِ بِالصِّيَامِ فَإِنَّ الصَّوْمَ لَهُ وِجَاءٌ (أخرجه ابن ماجه في كتا ب النكاح)
“Dari Aisyah R.A. berikut, bahwa Rasulullah S.A.W. bersabda:menikah yaitu sunnahKu, siapa yang tidak mengamalkan sunnahKu, maka dia bukan termasuk umatKu,menikahlah karena saya sangat senang atas jumlah besar kalian dihadapan umat-umat lain, siapa yang telah memiliki kesanggupan, maka menikahlah jikalau tidak maka berpuasalah, karena puasa itu bisa menjadi kendali.”
Dari hadits Aisyah diatas menegaskan bahwa menikah merupakan sunnah Nabi dan siapa saja yang bisa menjalankan kesepakatan nikah dan sanggup membina rumah tangga maka segerralah menikah, karena akan di akui sebagai umat Nabi Muhammad saw, tapi jikalau tidak bisa Nabi menganjurkan untuk berpuasa, karena dengan berpuasa itu bisa menjadi kendali dari hawa nafsu.
Dalam pernikahan, ulama’ syafi’iyah membagi anggota masyarakat kedalam 4 golongan yaitu:
Ø Golongan orang yang berhasrat untuk berumah tangga serta memiliki belanja untuk itu. Golongan ini dianjurkan untuk menikah.
Ø Golongan yang tidak memiliki hasrat untukmenikah dan tidak punya belanja. Golongan ini di makruhkan untuk menikah.
Ø Golongan yang berhasrat untuk menikah tetapi tidak punya belanja. Golongan inilah yang disuruh puasa untuk mengendalikan syahwatnya.
Ø Golongan yang memiliki belanja tetapi tidak berhasrat untuk menikah, sebaiknya tidak menikah, tetapi menurut Abu Hanifah dan Malikiah di utamakan menikah.
Menurut Al-Ghazali,sebagai sunnah Nabi kesepakatan nikah memiliki tujuan yang dikembangkan menjadi 5, yaitu:
Ø Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.
Ø Memenuhi hajat insan manyalurkan syahwatnyadan menumpahkan kasih sayangnya.
Ø Memenuhi panggilan agama, memelihara dari kejahatan dan kerusakan.
Ø Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab mendapatkan hak serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal.
Ø Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tentram atas dasar cinta dan kasih sayang.
Selain daripada yang dijelaskan diatas, kesepakatan nikah juga memiliki faidah yang besar yaitu untuk menjaga dan memelihara perempuan yang bersifat lemah itu dari kebinasaan. Sebab seseorang perempuan apabila ia sudah menikah maka nafkahnya wjib ditanggung suaminya. Pernikahan juga berguna untuk memelihara kerukunan anak cucu alasannya yakni yaitu jikalau tidak dengan menikah tentulah anak tidak berketentuan siapa yang akan mengutusnya.
D. Hadist Abdullah Bin Mas’ud Tentang Anjuran Untuk Menikah
Manusia diciptakan Allah memiliki naluri manisiawi yang perlu mendapatkan pemenuhan. Dalam hal ini insan diciptakan oleh allah untuk mengabdikan dirinya kepada penciptaannya dengan aktifitas hidupnya. Pemenuhan naluri insan yang antara lain keperluan biologisnya termasuk aktifitas hidupnya. Oleh karena itu Allah menganjurkan insan untuk melakukan pernikahan.sebagaimana sabda nabi S.A.W :
حَدَّثَنَاعَبْدَانُ عَنْ اَبِي حَمْزَةَ عَنْ الاءعْمَشِ عَنْ اِبْراهِىْمَ عَنْ عَلْقَمَةَ قالَ بَيْنَا أناَ أَمْشِي مَعَ عَبءدِ الله ِ رضِي الله عَنْهُ وَقَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّي اللهُ عَلَيْهؤ وَ سَلَّم فَقَالَ مَنْ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَاِنَّهُ اَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَاَحْصَنُ لِلْفَجْرِ وَ مَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَاِنَّهُ وِجَاءٌ
“Telah menceritakan kepada kami dari Abu Hamzah dari Al A’masy dari Ibrahim dari Al Qamah berkata, ketika saya sedang berjalan bersama Abdulah RA. Dia berkata, kami pernah bersama Nabi SAW yang ketika itu Beliau bersabda, “barangsiapa yang sudah bisa (menafkahi keluarga) maka hendaknya ia kawin (menikah) karena menikah itu lebih bisa menundukkan pandangan dan lebih bisa menjaga kemaluan. Barangsiapa yang tidak sanggup (menikah) , maka hendaklah dia berpuasa, karena puasa itu menjadi benteng baginya.” (Shahih Bukhori 1772)
Islam tidak senang kepada orang yang membujang. Membujang termasuk perbuatan yang mengakibatkan dasar kebencian Islam terhadap setiap sesuatu yang tidak sesuai antara insting dan akal. Sesuatu yang tidak mempertimbangkan antara kenyataan dan kebutuhan dasar kehidupan kemanusiaan.[4]
Rasulullah menolak pengesahan seseorang yang berkeinginan besar lengan berkuasa untuk beribadah dengan meninggalkan kehidupan duniawi dan meninggalkan pernikahan. Rasulullah juga menyatakan bahwa kehidupan keluarga termasuk kepingan sunnah-sunnahnya. Rasulullah bersabda :
“Barangsiapa membenci sunnahku bukan termasuk sunnah golonganku.”
Nabi berkata kepada Ukaf bin Wida’ah Al-Hilali: “apakah engkau memiliki istri?’ Ia menjawab: “tidak”, Nabi berkata: “tidakkah pula seorang budak perempuan? “Ia menjawab: “tidak juga budak perempuan. Nabi berkata: “apakah engkau orang yang berkecukupan? Ia menjawab: “saya berkecukupan untuk melakukan kebaikan.” Nabi berkata: “berarti engkau termasuk dari golongan setan, jikalau tidak engkau termasuk orang-orang Nasrani, engkau termasuk para rahib di antara mereka, sungguh menikah termasuk sunnah-sunnahku: seburuk-buruk kalian yaitu pembujang, orang meninggal yang terhina yaitu pembujang, apakah dengan setan engkau membiasakan, tiada senjata setan yang lebih ampuh bagi orang-orang sholih dibandingakan para wanita, kecuali orang-orang yang menikah, mereka suci dan terbebas dari fitnah, dan kasihan engkau hai Ukaf, sungguh mereka sahabat-sahabat Ayyub, Dawud, Yusuf, dan Karfus.” Bisyr bin Athiyyah bertanya kepada Rasul: “siapa Kerfus itu ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “seorang pria yang menyembah Allah pada sebuah pantai laut selama tiga ratus tahun, ia berpuasa siang harinya dan beribadah malam harinya, lalu kemudian Ia ingkar kepada Allah karena cinta seorang wanita, lalu Ia meninggalkan ibadahnya, lalu Allah menjadi benci kepadanya sehingga Ia bertaubat, kasihan engkau hai Ukaf, menikahlah, maka engkau termasuk golongan dari orang-orang yang berhati-hati.” Ukaf berkata: “Nikahkan saya ya Rasulullah” Nabi menjawab: “ Aku menikahkanmu dengan Karimah binti Kultsum Al-Humairi”
Ibnu Abbas mengatakan: “Tidak tepat ibadahnya seorang hebat ibadah sehingga Ia menikah.” Hal ini mengandung pengertian bahwa Ibnu Abbas menjadikan kesepakatan nikah sebagai kepingan ibadah dan penyempurna bagi ibadah.
E. Larangan Membujang dan Tidak Menikah
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَا نَ رَسُول اللهِ صلّي الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ يأْ مُرُ بِالْبَا ءَةِ وَ يَنْهَي عَنْ التّبَتّلِ نَهْياً شَدِيداً وَيَقُولُ تَزَوَّجُوا الوَدُو دَالْوَلُودَ أِنَّي مُكَا ثِرق الاْ نْبِيَا ءَ يوْمَ الْقِيَا مةِ (رواهاحمد)
“Dari Anas bin Malik, Beliau berkata gotong royong Rasulullah SAW berkata menyuruh menikah dan melarang membujang dengan larangan yang keras dan Beliau bersabda : “Nikahilah oleh kalian perempuan-perempuan yang pecinta dan peranak, maka sungguh saya berbangga dengan banyaknya kalian dari para Nabi di hari kiamat".
Membujang artinya tetapkan diri dari perempuan dan meninggalkan pernikahan. Perempuan yang membujang yaitu perempuan yang meninggalkan laki-laki, tidak memiliki harapan kepada mereka, akhirnya perempuan ini disebut Maryam, Ibu Al-Masih, perempuan ini disebut juga Fatimah Al-Batul, karena terputus Fatimah dari perempuan-perempuan pada zamannya untuk keutamaan, agama, dan keturunan mulia. Dikatakan: karena terputusnya Fatimah dari dunia menuju kepada Allah.
Membujang berarti seorang lelaki yang menyendiri. Ia menyendiri sebagai kepingan pembatalan membujangnya dalam sebuah kamar. Jika Ia tidak memilki keluarga disebut bujangan (‘azzaburr: dengan dua fathah) dan begitu pula perempuan yang membujang.[5]
Rasulullah bersabda: apa yang terjadi pada kaum yang meninggalkan perempuan, makanan dan tidur? Ingatlah sungguh saya juga tidur dan saya bangun. Aku berbuka dan saya puasa. Aku menikahi perempuan. Barangsiapa membenci sunnahku maka Ia tidak termasuk golonganku. Kemudian turun ayat: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kau haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kau melampaui batas. (QS. Al-Ma’idah: 87)
Allah berfirman: “Dan sungguh kami telah mengutus para rasul sebelum engkau dan kami menjadikan bagi mereka istri-istri dan keturunan-keturunan, maka janganlah membujang.”
F. KESIMPULAN
Pernikahan yaitu perkawinan,dalam arti kekerabatan yang terjalin antara suami dengan ikatan hokum islam, dengan memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun perkikahan.
Rasullulah saw memberiakan kriteria melilih calon istri yaitu menurut agamanya bukan karena hartanya , kedudukannya maupun kecantikannya. Kriteria calon suami bagi perempuan muslimah, yaitu lelaki yang seagama, lelaki yang besar lengan berkuasa agamanya , lelaki yang berpengetahuan luas dan lelaki yang bisa membiayai hidup keluarganya.
Dari hadits Aisyah diatas menegaskan bahwa menikah merupakan sunnah Nabi dan siapa saja yang bisa menjalankan kesepakatan nikah dan sanggup membina rumah tangga maka segerralah menikah, karena akan di akui sebagai umat Nabi Muhammad saw, tapi jikalau tidak bisa Nabi menganjurkan untuk berpuasa, karena dengan berpuasa itu bisa menjadi kendali dari hawa nafsu.
Pernikahan merupakan permintaan agama yang harus dijalankan oleh insan yang bisa untuk berkeluarga. Bagi para cowok yang tidak sanggup memelihara rumah tangga atau tidak memiliki kemampuan untuk menikah, hendaknya ia berpuasa.
Dari hadist diatas sangatlah terang bagi kita, bahwa Rasullah tidak menyukai seseorang yang membujang. Oleh karena itu tatkala kita mampu, segeralah menikah.
G. PENUTUP
Demikianlah makalah yang kami susun, biar sanggup bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi para pembaca. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna memperbaiki makalah ini dan untuk makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Eoh, O. S. 2001. Perkawinan Antar Agama dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Sri Gunting
Hasankhan, Muhammad Shidiq. 2009. Kumpulan Hadis Shahih. Jakarta Selatan: Mizan Publika
Yusuf As-Subki, Ali. 2010. Fiqh Keluarga. Jakarta: Amzah
Belum ada Komentar untuk "Pernikahan"
Posting Komentar